23 September 2008

Identification of one's varna

Jiva Gosvami, one of the greatest acaryas in our line of disciplic succession, recommended that one examine the motivation that causes one to join the Krsna consciousness movement. In his society of Vaisnavas, he had his leaders interview the new entrants and ask them why they wanted to surrender to Krsna. If they replied that they were distressed, it indicated that they were of the sudra category. If they were in need of money, it indicated that they were of the vaisya category. If they were curious to see what was going on, then it indicated that they were of the ksatriya category and if they were seeking wisdom it indicated that they were of the brahmana category. The four orders of social division in the varnasrama correspond to the four classes of pious men who surrender to Krsna.


Read More!

04 September 2008

Seminar Nasional Sains & Spiritual III (ALAM SEMESTA dari Perspektif Sains dan Vedanta


Read More!

Seminar Nasional Sains & Spiritual III (ALAM SEMESTA : Perspektif Sains dan Vedanta)

Alam semesta, disebut juga jagat raya, begitu menakjubkan serta masih menyimpan banyak misteri. Walaupun saat ini kemajuan ilmu pengatahuan telah demikian pesatnya, namun pemahaman tentang rahasia alam semesta masih sangat sempit. Pandangan sains modern sering kali bertentangan dengan pandangan Vedanta (agama) sehingga sering menimbulkan konflik. Keajaiban dan keteraturan alam semesta begitu rumit dijelaskan dengana ilmu pengetahuan modern (sains), pada akhirnya kebuntuan sains modern dalam menjelajah alam semesta menyebabkan para ilmuwan mengakui bahwa di balik gejala-gejala alam semesta ada Ilmuwan Super Cerdas yang merancang dan mengendalikan alam semesta tersebut. Para ilmuwan menyebutNya dengan Intelligent Design, yang merujuk kepada Personalitas Tuhan, Sang Maha Pencipta. Bhagavadgita dan Srimad Bhagavatam berulang kali menyatakan ; ”....... Akulah sumber dan pengendali, baik dunia rohani maupun dunia material....” Siapakah Intelligent Design dimaksud? Bagaimanakan proses penciptaan itu terjadi? Banyak lagi pertanyaan yang masih belum terungkap.


Yayasan Bhaktivedanta dan Sampradaya Krishna akan mengajak para ilmuwan dan spiritualis untuk berbagi pengetahuan dalam Seminar Sains & Spiritual Nasional III dengan topik ”ALAM SEMESTA : Perspektif Sains & Vedanta” kami mengharapkan seminar tersebut akan menambah wawasan tentang ; penciptaan dan fenomena alam, sehingga ilmu pengetahuan modern dan spiritualitas dapat bergandeng bersama untuk umat kepentingan manusia.

Kami mengundang Bapak/Ibu/Sahabat untuk hadir pada seminar tersebut. Terima kasih.

Tujuan Seminar

1. Menambah wawasan yang berhubungan dengan fenomena-fenomena alam semesta dari kajian sains dan vedanta.

2. Memperkenalkan konsep-konsep alam semesta dari berbagai pendekatan sistem kepercayaan yang berlandaskan pengetahuan transedental.

Peserta Seminar

Seminar diikuti oleh akademisi, mahasiswa, dan masyarakat umum yang berminat.

Tempat dan Waktu Seminar :

Di Aula Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan, Jln. Mpu Tantular, Yangbatu, Denpasar.

Pada hari/tanggal Oktober 2008

Penyelenggara Seminar

Seminar diselenggarakan oleh Yayasan Institut Bhaktivedanta Indonesia, berkedudukan di Denpasar

Jadwal Seminar

08.30 – 09.15

Pendaftaran

Acara Pembukaan

Laporan Panitia

Sambutan PHDI/SAKKHI

Sambutan Wakil Gubernur

(sekaligus membuka Seminar)

Sesi Ilmiah I

Moderator : Kt. Suyadnya SH

09.15-09.30

Hubungan Sains - Spiritual

(Made Wardhana, YIBI)

09.30-10.00

Proses Penciptaan Jagatraya

(Pendeta Made Priana, MTh, Sinode GKPB)

10.00-10.30

Alam Semesta sebagai suatu Rancangan

(Bpk. M. Sulton, MA. IAIN Probolinggo)

10.30 – 11.00

Pandangan Sains Modern tentang Alam Semesta

( Zainal Abidin, UGM, Yogyakarta)

11.00 – 11.15

Diskusi

Sesi Ilmiah II

Moderator : Aripta Wibawa SH, M.Ag.

11.30-12.00

Alam Semesta dari Pandangan Hindu

(Drs. K. Widnya Ph.D., M.Phil. IHDN,Denpasar)

12.00-12.30

Asal Mula Alam Semesta

(Bpk. Cornelis Wowor, MA, Vihara Buddha

Sakyamuni, Denpasar)

12.30-13.00

Alam Semesta dari pandangan Vedanta

(Ir. Made Amir, SAKKHI, Dosen UNUD)

13.00-13.20

Diskusi

13.20

Penutupan

Makan Siang

NB. Acara tersebut masih tentatif

SUSUNAN PANITIA

PELINDUNG

Parisada Hindu Dharma Propinsi Bali

Sampradaya Kesadaran Krishna Indonesia

PENGARAH

Yayasan Institut Bhaktivedanta

PELAKSANA


Ketua

Made Wardhana

Wakil Ketua

Ketu Ardana

Sekretaris

Hari Narayan

Bendahara

Arcana

Seksi-Seksi


Seksi Ilmiah/Sidang

Wayan Swena, Triastawa, GA Sri Wiryawan, Ketut Suyadnya

Seksi Publikasi

Parwati, Ketut Wija, Yasoda, Adikarta

Seksi Dokumentasi

Guru Gaurangga, Made Suartama

Seksi Dana

Wira Putra, Arna Apkara,

Seksi Konsumsi

Puspaningyun, Kety Sutini, Sakhigamini

Staf Sekretariat

Nariarta, Arsa Guna, Suastawa,

Acyuta Krishna, Saci Putra.




Yayasan Institut Bhaktivedanta Indonesia

Candra Asri D. 19, Denpasar Timur(80237)

Tlp. 0361 462596, Fak. 0361 467722

Kontak : Dr. Made Wardhana Sp.KK, HP. 08563704591

e-mail : made_wardhana@yahoo.comEmail telah dilindungi dari Spam Bots, Anda harus mengaktifkan Java untuk dapat melihatnya atau kunjungi

www.bvinstitute.org

www.madewardhana.com


The Bhaktivedanta Institute,

RC-8, Raghunathpur, Manasi Manjil Building,

Fourth Floor, VIP Road, Kolkata 700 059, India.

Tel/fax: +91-33-2500-9018; Tel: +91-33-2500-6091

Email: bvinstitute@gmail.comEmail telah dilindungi dari Spam Bots, Anda harus mengaktifkan Java untuk dapat melihatnya

Website:www.binstitute.org


Read More!

28 Juni 2008

Undangan Rathayatra di Bali



Setiap tahun ribuan hingga jutaan orang menghadiri perayaan Ratha-yatra di Puri dan mendapatkan karunia tak terhingga serta pencerahan rohani. Kini berkat Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami Pra-bhupada, Acarya-Pendiri The Interna-tional Society for Krishna Consciousness (ISKCON), yang telah menggagas Ra-tha-yatra pertama kali di luar India (tahun 1967 di San Francisco), kita mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh karunia rohani ini diseluruh dunia. Demikian pula, kita pun dapat merasakan hal yang sama dengan turut serta dalam Ratha-yatra yang diselenggarakan di kota Denpasar. Manfaat dari perayaan ini adalah penyucian Bhuana Agung dan Bhuana Alit demi kesejahteraan semua makhluk (Bhuana-Krtih).
Read More!

Rahasia Dibalik Rathayatra

Srila Gour Govinda Swami Maharaja,
Bhubaneswar, 11 Juli 1994


Ada banyak salah pengertian tentang Sri Jagannatha dan Ratha-yatra. Kita hendaknya mengerti tattva – filosofi yang benar sebagaimana dijelaskan oleh Mahaprabhu, juga yang dimanifestasikan-Nya, karena Mahaprabhu adalah otoritas tertinggi. Siapa itu Jagannatha? Tidak ada perbedaan di antara Mahaprabhu, Krishna dan Jagannatha: “sei krsna, sei gaura, sei jagannätha." Orang-orang pada umumnya tidak memahami. Mereka banyak memiliki hayalan dan penafsiran.

Mereka sangat bangga atas pendidikan materialnya, keberuntungan, kecerdasan dan pengetahuan materialnya. Tetapi orang tidak dapat memahami Tuhan Yang Maha Esa tanpa karunia dari Tuhan. Hanya itu yang dibutuhkan. Dan juga mereka tidak mendengar dari seorang sadhu, guru, vaishnava, tanpa hal ini tak seorang pun dapat mengerti. Hanya para penyembah terkasih Jagannatha, Krishna dan Mahaprabhu yang akan mengerti. Mahaprabhu adalah seorang acarya, sadhu, guru, dan Dia telah menjelaskan tattva – filosofi di balik Ratha-yatra. Tidaklah begitu gampang untuk mengerti – paramo nirmatsaranam satam vedyam. Srimad-Bhagavatam mengatakan tentang siapa yang dapat mengerti – hanya seorang vaishnava yang tidak iri hati. Walaupun yang lainnya mungkin mendengar, namun mereka tetap tidak dapat mengerti. Hal itu tidak akan masuk ke dalam telinga mereka. Saya akan menjelaskan sejarah dan tattva dari Ratha-yatra sebagaimana Mahaprabhu telah mengungkapkannya.

Hari Kemunculan Jagannatha

Skanda Purana adalah Purana terbesar di antara delapan belas Purana. Di sana ada sebuah khanda yang disebut Utkal-khanda. Di Dalam Utkal-khanda kita menemukan segala sesuatu mengenai Jagannatha dan Purusottama Ksetra, yang mana juga dikenal sebagai Jagannatha Ksetra. Srila Vyasadeva telah menulisnya. Di dalam Skanda purana Tuhan Jagannatha bersabda kepada Maharaja Indradyumna, “ O Raja, Aku akan muncul pada Hari Purnama di bulan Jyestha”.

Ini adalah hari dimana kita merayakan Snana Purnima – Sri Jagannatha abhiseka (mandi – red) di tempat umum. Hal itu terjadi pada masa Svayambhuva Manvantara, pada bagian pertama dari Satya-yuga. Tuhan Jagannatha bersabda, “Aku muncul karena merasa puas dengan pelaksanaan yajna dan bhakti.” Inilah hari kelahiran atau kemunculan Sri Jagannatha-deva. Jadi setiap tahun pada hari yang sama Upacara Abhiseka – memandikan di tempat terbuka harus dilakukan – karena ini adalah perintah Sri Jagannatha kepada Maharaja Indradyumna. Maharaja Indradyumna adalah penyembah yang agung. Dia telah melakukan seribu kali korban suci kuda (asvameda yajna). Karena puas dengan penyembah dan yajna yang telah dilakukannya, maka Sri Jagannatha muncul pada bagian kedua dari masa Svayambhuva Manvantara dan Brahma mensthanakan Arca Jagannatha di Kuil tersebut.

Cerita Purba

Jika anda menghitung periode ini maka anda akan menemukan tanggal pada saat mana pembangunan kuil Jagannatha dimulai, ketika kuil tersebut diresmikan dan kapan Arca disthanakan di atas singgasana. Ini adalah seratus lima puluh tiga juta empat ratus ribu (153.400.000) tahun yang lampau. Perhitungan ini menurut otoritas dari Skanda purana. Ratha-yatra mulai pada masa Svarocisa Manu. Dalam satu hari Brahma ada empat belas Manu. Jaman kekuasaannya disebut Manvantara. Dan sekarang sedang berlangsungnya jaman Vaivasvata Manvantara. Svayambhuva Manu adalah Manu yang pertama, kemudian Svarocisa, diikuti oleh Uttama, Tamasa, Raivata dan Caksusa. Dan saat ini Vaivasvata Manvantara sedang berlangsung. Setelah ini akan datang menyusul Savarni, Daksa-savarni, Brahma-savarni, Dharma-savarni, Rudra-savarni, Deva-savarni, dan Indra-savarni. Jumlahnya empat belas Manu. Svarocisa Manu adalah Manu kedua, dan menurut Skanda Purana Ratha-yatra mulai pada jaman kekuasaannya. Itu adalah pada jaman Satya-yuga, dan Ratha-yatra tersebut telah berlangsung sampai saat ini. Dan di sana juga dijelaskan bahwasanya ini akan berlangsung terus sampai pada bagian akhir dari parardha (setengah) periode dari pada Brahma. Brahma hidup selama seratus tahun. Jadi Ratha-yatra akan terus berlangsung sampai setengah umur Brahma.

Deskripsi Veda

Kata ‘ratha’ ini ditemukan dalam Veda. Dalam upanisad disebutkan:
atmanam rahinam viddhi
sarirsm ratham eva ca
buddhim to sarathim viddhi
manah pragraham eva ca



Jiva atau sang roh adalah seperti seseorang yang duduk di atas sebuah kereta atau ratha, badan adalah kereta itu sendiri, kecerdasan adalah sang kusir dan pikiran adalah tali kekang.


indriyani hayan ahur
visayams tesu gocaran
atmendriya-mano-yuktam
bhoktety ahur manisinah


Orang yang bijaksana mengetahui tentang indria-indira sebagai kuda dari ratha ini dan obyek-obyek indria sebagai jalan tempat mereka berlari. Sang roh, terikat pada indria-indria melalui pikiran, mengalami kebahagiaan dan kesedihan.

yas tv avijnanavan bhavati
ayuktena manasa sada
tasyendriyann avasyani
dystasva iva saratheh


Orang yang tak dapat melihat perbedaan bagaikan orang yang telah kehilangan kendali tali kekang indria-indrianya tak terkendali, seperti pengemudi yang tidak baik.

yas tv avijnanavan bhavati
yuktena manasa sada
tasyendriyann avasyani
sad-asva iva saratheh


Namun bagi orang yang memiliki kebijaksanaan yang lahir dari pengalaman, yang pikirannya selalu mengendalikan tali kekang dan telah mengendalikan indrianya seperti kuda-kuda kusir yang terlatih dengan baik.

vijnana-sarathir yas tu
manah pragrahavan narah
so 'dhvanah param apnoti
tad-visnoh paramam padam



Bagi orang yang telah memiliki pengetahuan keinsafan mengenai Kebenaran Mutlak sebagai pengendali keretanya dan yang pikirannya terkendali, dia mencapai batas jalan dari ikatan material dan mencapai tujuan utama – kediaman Tuhan Vishnu, Personalitas Tuhan Yang Maha Esa.

Kita dapat melihat bahwa kata ‘ratha’ ini sangat tua, sebagaimana yang ditemukan di dalam Upanisad, yang merupakan bagian utama dari Veda. Badan adalah ratha, sebuah kereta. Atma – sang roh – adalah rathi – penumpang yang duduk di dalam ratha. Dia adalah pemilik ratha. Buddhi, kecerdasan, adalah sarathi, kusir kereta. Pikiran adalah tali yang terikat pada kuda, dan indria-indria adalah sang kuda. Orang yang mengendarai kereta kuda menempatkan ‘kacamata kuda’ pada kuda-kudanya. Mengapa? Dalam perjalanan mereka tidak akan melihat kesana kemari. Pandangan mereka akan lurus ke depan. Dia terikat dengan sangat kuat pada tali-temali. Indria-indria adalah kuda. Mereka adalah obyek dari kenikmatan indria: sabda, sparsa, rupa, rasa, gandha – suara, sentuhan, bentuk, rasa dan bau. Mereka akan menarik kereta beserta kusirnya. Mata akan menarik seseorang melalui bentuk yang indah, telinga akan menarik seseorang melalui suara yang merdu, dan hidung akan menarik seseorang melalui aroma harum. Lalu bagaimana keadaan ratha ini? Kereta ini akan dibawa kesana kemari.

Sang kusir kereta, yang merupakan kecerdasan, hendaknya sangat ahli. Kecerdasan yang murni datang dari Krishna. Ketika pikiran mantap pada kaki padma Krishna, maka kamu akan memiliki kecerdasan yang murni. Itulah kusir yang ahli. Dia akan memegang tali kendali pikiran dengan ketat, sehingga kuda tidak lari kesana kemari. Dia tidak akan memperkenankan sang kuda untuk melihat obyek kenikmatan indria. Hanya bentuk Krishna Yang Mahatampan, man mana bhava. Pikiran yang terkendali artinya mantap sepenuhnya pada kaki padma Sri Bhagavan, Vishnu atau Sri Krishna. Maka indria-indria yang lainnya, kuda terlatih, mereka sepenuhnya di bawah kendali sang kusir. vijyana-sarathir yas tu manah pragrahavan – Ketika pikiran terkendali, indira-indria juga terkendali. Jadi 'dhvanah param apnoti tad-visnoh paramam padam'– maka kereta akan berlari di atas jalan dan tujuan akhirnya adalah kerajaan tertinggi dari Sri Vishnu. Jika kuda-kuda sangat nakal dan kusir juga tidak ahli, bila dia tidak dapat memegang tali kendali dengan kuat, dan juga dia lupa mengenakan kacamata pada kudanya – maka kudanya akan melihat kesana kemari dan akan menarik kereta kesana kemari. Dan kamu tidak akan dapat mencapai tujuan. Jadi kata ratha ini bukanlah kata yang baru. Ini adalah kata yang sudah sangat purba di dalam Veda.

Pada abad ke-3 SM di jaman Dravidadesa yang purba (sekarang dikenal sebagai Tamil Nadu – India Selatan) ada seorang raja yang sangat hebat bernama Pandyavijaya. Pandyavijaya memiliki seorang pendeta yang bernama Devesvara yang merupakan bhakta (penyembah) Sri Vishnu yang agung. Dengan mengikuti petunjuk Devesvara, Raja Pandyavijaya menegakkan kembali Sanatana Dharma. Pandyavijaya menyelamatkan arca Sri Jagannatha, Baladeva dan Subhadra dari cengkraman umat Buddha yang telah mengambil dan membawa arca-arca tersebut. Raja menyelamatkan Mereka dan mensthanakan Mereka di atas Kereta dan memulai Ratha-yatra. Ratha-yatra berangkat mulai dari Kuil Jagannatha yang asli yang juga dikenal sebagai Nilacala, yang sekarang juga dikenal sebagai Sundaracala.

Ada sebuah taman indah di tempat Jagannatha tersebut (500 tahun yang lalu ketika Sri Caitanya Mahaprabhu, taman tersebut masih ada dan beristirahat di taman tersebut). Setelah beberapa hari, raja Pandyavijaya menaruh kembali arca-arca tersebut di atas Kereta dan membawa Mereka ke Kuil yang asli. Menurut sejarah-sejarah pada umumnya, Ratha-yatra dimulai ketika itu. Tetapi menurut sejarah Veda yaitu Skanda Purana – Ratha-yatra itu telah dimulai bertahun-tahun sebelumnya. Prosesi ketika arca-arca Jagannatha, Baladeva, Subhadra dibawa ke Kereta masing-masing disebut sebagai Panduvijaya atau Pahandivijaya, sesuai dengan nama Raja Pandyavijaya. Para Dayita, pelayan Sri Jagannatha, mengangkat arca dari satu bantal ke bantal lainnya.

Prahlada menyelenggarakan Ratha-yatra

Di dalam Bhavisya Purana dijelaskan bahwa pada jaman Satya-yuga Prahlada telah menyelenggarakan Ratha-yatra. Beliau mensthanakan Mahavishnu di atas Ratha kemudian menariknya.

Kemudian para deva, para siddha, para gandarva menyelenggarakan Ratha-yatra. Juga pada jaman purba, pada bulan kartika, juga terdapat Krishna Ratha-yatra, Ratha-yatra daripada Krishna. Tetapi menurut Skanda Purana, tanggal dan hari Ratha-yatra adalah pasti. Di sana dikatakan bahwa pada hari kedua bulan Asadha, pada Pusyami Naksatra adalah hari berlangsungnya Ratha-yatra. Tetapi di dalam ISKCON kita dapat melaksanakan Ratha-yatra kapan saja. Kita melakukan itu (Ratha-yatra-red) kapan saja karena Srila Prabhupada telah memulainya. Mengapa beliau melakukan seperti itu? Beberapa mengkritik. Mereka mengatakan penyembah-penyembah dalam ISKCON tidak mengikuti sastra dan bahwa ada tanggal yang pasti untuk Ratha-yatra. Di sini di Utkal, Orissa, kita tidak dapat menyelenggarakan Ratha-yatra di luar tanggal yang pasti. Kita pasti akan menghadapi banyak kritikan karena Ratha-yatra yang sudah sangat terkenal di Jagannatha Puri diselenggarakan pada hari sebagaimana dijelaskan dalam Skanda Purana. Jadi kita tidak dapat melakukan selain hari itu.

Makna dibalik Ratha-yatra


Sehari sebelum Ratha-yatra disebut Gundica Marjana, yaitu membersihkan kuil Gundica. Apakah tattva dibalik gundica marjana ini? Mahaprabhu membersihkan dengan tangan-Nya sendiri, bersama dengan sahabat-sahabat karib-Nya.

Dengan cara seperti itu menunjukkan kepada kita bagaimana caranya menyucikan hati kita. Hati kita adalah singgasana untuk Tuhan – hrdaya simhasana. Tetapi sebelum hati kita disucikan dari segala kekotoran material – kepalsuan, kemunafikan, keinginan untuk kenikmatan material, keingingan untuk pembebasan material, keinginan untuk nama baik, kemashyuran, prestise dan penghormatan – Tuhan tidak akan berkenan duduk di sana. Semua hal ini bagai rumput-rumput, pasir, kerikil dan duri. Mahaprabhu membersihkan kuil dua kali. Kemudian dengan pakaian-Nya sendiri Dia terus menggosok sehingga tak tersisa setitik kotoran pun. Dengan cara seperti itu Dia menunjukkan kepada kita bahwa hati kita harus benar-benar sangat bersih, bila tidak demikian Tuhan tidak akan duduk. Itulah tattva dari Gundica-lila. Kemudian apakah tattva di balik Ratha-yatra? Apa yang diungkapkan oleh Mahaprabhu?

anyera hrdaya mana, mora mana vendavana
'mane' 'vane' eka kari' jani
tahan tomara pada-dvaya, karaha yadi udaya
tabe tomara purna krpa mani


[Berbicara dalam suasana hati Srimati Radharani, Sri Caitanya Mahaprabhu berkata, ”Untuk kebanyakan orang, pikiran dan hati adalah satu, tetapi karena pikiran-Ku tidak terpisah dari Vrindavana Aku menganggap pikiran-Ku dan Vrindavana adalah satu. Pikiran-Ku sendiri sudah menjadi Vrindavana, dan karena engkau suka Vrindavana, mohon menempatkan kaki padma-Mu di sana. Aku akan menganggap-Nya sebagai karunia-Mu sepenuhnya.”]

tomara ye anya vesa anya sanga anya-desa vraja
jane kabhu nahi bhaya
vraja-bhumi chadite nare, toma na dekhile mare,
vraja-janera ki habe upaya


Para penduduk Vrindavana tak ingin melihat-Mu berpakaian seperti seorang pangeran, mereka juga tak ingin Engkau bergaul dengan para pahlawan agung di negeri lain. Mereka tak dapat meninggalkan tanah Vrindavana, dan tanpa kehadiran-Mu, mereka semua sekarat. Apa jadinya keadaan mereka?

tumi-vrajera jévana, vraja-rajera prana-dhana
tumi vrajera sakala sampad
krpardra tomara mana, asi jiyao vraja – jana
vraje udya karao nija – pada


Krishna-Ku sayang, Engkau adalah jiwa dan hidup dari Vrindavana-dhama. Engkau khususnya adalah daya hidup dari Nanda Maharaja. Engkau adalah satu-satunya harta di tanah Vrindavana, dan Engkau penuh karunia. Mohon datang dan biarkan mereka hidup. Bermurah hatilah untuk menapakkan kaki padma-Mu lagi di Vrindavana.

Dua Wujud yang sedang Menangis

Mahaprabhu adalah Jagannatha, Dia adalah Krishna, otoritas tertinggi. Apapun yang telah Dia ungkapkan untuk kita sehubungan dengan tattva dibalik Ratha-yatra, itu adalah otentik. Krishna adalah Mahaprabhu dan Dia juga Jagannatha yang sama - sei krsna, sei gaura, sei Jagannatha - sama sekali tak ada perbedaan di antara Mereka. Tetapi suasana hati Mahaprabhu sangatlah berbeda. Krishna dalam suasana hati Srimati Radharani adalah Mahaprabhu. Bentuk Krishna sebagai Gaura adalah krsna-viraha-vidurä-rupa, derita rasa rindu yang sangat mendalam karena berpisah dengan Krishna. Dia adalah Krishna yang sedang merasakan kerinduan yang sangat mendalam dengan Krishna. Krishna yang sedang menangisi Krishna adalah Gaura. Inilah Tattva. Jagannatha adalah Krishna, tetapi sedang menangis untuk Radha. Bentuk itu disebut radha-viruha-vidura-rupa, dengan mata yang besar dan bulat serta tangan dan kaki-Nya yang terserap ke dalam tubuh seperti kura-kura. Dalam bentuk seperti itu Krishna sedang merasakan derita rasa rindu yang sangat dalam karena berpisah dengan Radha.

Itulah yang juga disebut mahabhava – perasaan tertinggi dalam gairah cinta kasih rohani. Rasa rindu Radha kepada Krishna dan rasa rindu Krishna kepada Radha, keduanya ada di sana di Purusottama–ksetra – Gaura dan Jagannatha, jadi ada perjumpaan di sana. Gaura dalam radha-bhava, sedang menangis untuk Krishna, “Dimanakah prana-vallabha (nafas dan kesayangan) Ku, Shyamasundara Krishna? kva krsna nanda-kula-candramah, kva krsna nanda-murali-ravah, kva krsna sikhi candrakalankrtih, kva krsna rasa-rasa tandavi. Di manakah Krishna yang merupakan bulan dinasti Nanda? Dimanakah Krishna yang memainkan seruling-Nya dengan sangat manis – nanda-murali-ravah? Dimanakah Krishna yang kepala-Nya selalu dihiasi dengan bulu Burung Merak? Dimanakah Krishna yang menari dalam tarian rasa? Dimanakah Krishna itu, prana-vallabha – Tuhan dari hidup, dan hati-Ku. Dimanakah Dia?” Mahaprabhu selalu menangis dan menangis terus. Ketika dia pergi untuk memperoleh darsana Sri Jagannatha Dia melihat, “Oh! Dia adalah Prana-vallabha-Ku Tuhan bagi hati-Ku. Jagannatha menunjukkan kepada-Nya bentuk Shyamasundara-Nya yang sangat tampan, karena Mahaprabhu dalam radha-bhava. Siapakah yang akan melihat bentuk Jagannatha tersebut? Dia menunjukkan bentuk tersebut bagi orang yang berada dalam radha-bhava, yang menangis untuk Krishna, “Prana-vallabha, Tuhan bagi hati-Ku” Segera setelah Gaura melihat, Oh Prana-vallabha-Ku, Shyamasundara!.” Dia berlari! Dan di tengah jalan Dia pingsan dan terjatuh. Jagannatha adalah Krishna yang menangis untuk Radha. Ketika Jagannatha melihat Mahaprabhu, Dia melihat, “Oh Radha bunga hati-Ku.” Dia melihat Radha dalam Gaura dan Gaura melihat Shyamasundara dalam Jagannatha.

Pertautan mereka berdua di Nilacala – di Purusottama-ksetra. Dua wujud yang sedang menangis – menangis untuk Krishna dan menangis untuk Radha. Kedua wujud tersebut sedang menangis karena kerinduan yang sangat mendalam akibat perpisahan, vipralambha. Jadi Jagannatha-ksetra adalah Vipralambha-ksetra—tempat untuk merasakan kerinduan.

Petunjuk untuk Ratha-yatra


Dalam Vishnu Dharma dinyatakan, asadhasya site pakse dvitiya pusya samyuta. Pada bulan Asadha, pada hari kedua dari bulan terang, pada Pusya-naksatra – saat bintang Pusyä ada di sana, itulah hari untuk Jagannatha Ratha-yatra. Ini dinyatakan dalam Skanda Purana dan juga dalam Vishnu Dharma. Naksatra tersebut tidak datang setiap tahun. Bila tak ada Pusya-naksatra, hendaknya Ratha-yatra tetap dilaksanakan. Bila Pusya-naksatra ada, maka itu akan menjadi penuh kemujuran. Festival Ratha-yatra hendaknya dilaksanakan dengan menyiapkan berbagai makanan dan manisan lezat untuk Jagannatha, Baladeva dan Subhadra. Seseorang hendaknya memberi makan para Brahmana dan Vaishnava. Selama tujuh hari Ratha hendaknya tinggal di Gundica mandira. Di negara barat Gundica mandira mungkin berada di pinggir pantai atau di pinggir sebuah sungai. Juga disebutkan dalam Vishnu Dharma bahwa seseorang mungkin menempatkan Kereta pada pantai atau pinggir sungai selama tujuh hari. Melakukan festival di sana, kemudian melaksanakan Ratha-yatra kembali. Menghiasi kembali Ratha dengan bunga dan hiasan lainnya dengan sangat indah. Kembalinya Yatra (perjalanan kembali - red) jatuh pada hari kesepuluh, Dasami titthi. Kadang-kadang kembalinya Yatra akan jatuh pada hari Ekadasi. Kembalinya Yatra ini juga sangat mujur. Siapapun yang melihat Sri Bhagavan Vishnu, Krishna, Jagannatha di atas Kereta-Nya pasti akan mendapat pembebasan.

Di dalam Vishnu dan Padma Purana dinyatakan:

asadhasya dvitiyayam
ratha kuryad visesatah
asadha suklaikadasyam
japa homa mahotsavam

rathasthitam vrajantam tam
mahmvedi mahotsave
ye pasanti mudabhaktya
vasas tesam hareh pade

satyam satyam punah satyam
pratijnatam dvijpttamah
natah sreyah prado visnor
utsavah sastra sammatah

Padma Purana juga memberikan hari ini – hari kedua pada bulan terang dari bulan Asadha sebagai hari pelaksanaan Ratha-yatra. Kemudian kembalinya Yatra mungkin dilakukan pada saat hari Ekadasi atau hari kesepuluh. Seseorang hendaknya melaksanakan korban suci api, mengucapkan nama suci, melaksanakan festival besar, dan kemudian pergi melihat Tuhan dalam Ratha-Nya. Bagi mereka yang melihat Tuhan dalam Ratha-Nya segera pergi ke kediaman Tuhan Vishnu, rathe ta vamana drstva punar janma na vidyate. Ini sangat populer di antara orang-orang Hindu. Bila kamu melihat Tuhan Vamana pada Ratha-Nya, maka tak ada kelahiran kembali. Ini disebutkan dalam sastra. Jadi inilah sekilas mengenai sejarah dan tattva dibalik Ratha-yatra.

Percakapan antara Srila Gour Govinda Swami dengan seorang penyembah:

Penyembah: Anda pernah berkata bila seseorang hanya melihat Tuhan Jagannatha pada Kereta Ratha, dia akan mendapatkan mukti – pembebasan. Ini berarti setiap orang yang melihat Jagannatha mendapatkan pembebasan?

Gour Govinda Swami: Tuhan Jagannatha, bukan Jagannatha sebagai murti kayu atau boneka!

Penyembah: Jadi itu berarti seseorang yang telah memiliki prema?

Gour Govinda Swami: Ya! ya!

Penyembah: Sangat populer bagi penyembah-penyembah untuk berkata jika kamu hanya melihat Sri Jagannatha kamu akan mencapai pembebasan.

Gour Govinda Swami: Itu baik, tetapi bagaimanapun datang untuk melihat Sri Jagannatha dan ikut serta dalam kegiatan-Nya itu, yaitu untuk melibatkan orang-orang berjapa dan menari di hadapan Ratha sangat membantu.


Read More!

Sejarah Rathayatra

Jagannatha Puri Ksetra, satu dari tempat tersuci di keempat penjuru Bharata-varsha (India). Tiga lainnya adalah Dwaraka di Barat, Rameshwaram di Selatan, dan Badrinath di Utara, jauh tinggi di pegunungan Himalaya. Puri sendiri terletak di pesisir pantai Timur, yaitu di negara bagian Orissa yang pada jaman dahulu dikenal dengan nama Kalinga atau Utkal. Sebuah kota suci kuno yang selama beribu-ribu tahun telah diabdikan bagi perkembangan rohani.

Temple Jagannatha Puri

Pada masa lampau di Ujjain berkuasa seorang raja yang suci dan penyembah Tuhan yang sangat mulia bernama Maharaja Indradyumna. Demi pencerahan rohani seluruh rakyatnya Maharaja berkeinginan besar untuk memuja Tuhan secara langsung dan berusaha agar Tuhan Sendiri berkenan hadir memberkati kerajaannya. Puas oleh persembahan yajna dan bhakti sang maharaja, Tuhan Yang Mahakuasa berkenan mewujudkan Diri dalam bentuk yang sangat unik, dikenal sebagai Jagannatha. Jagannatha artinya Tuhan Alam Semesta. Indradyumna membangun sebuah kuil di atas Bukit Biru (Nilachala) dan menstanakan Beliau di sana. Sejak saat itu, berjuta-juta orang memperoleh karunia rohani yang tak terhingga hanya dengan melihat (darshan) wujud indah Sri Jagannatha yang luar biasa itu. Hingga saat ini jutaan orang berziarah ke Puri untuk memuja Tuhan Sri Jagannatha. Puncak kunjungan para pe-ziarah adalah pada hari kedua paruh bulan terang di bulan Asadha (Juni-Juli) yang disebut Ratha-yatra Mahotsava.

Menurut sejarah sekitar abad ketiga SM (2500 tahun yang lalu) hiduplah seorang Raja Hindu yang sangat kuat di Tamil Nadu bernama Maharaja Pandyavijaya. Bersama pendetanya yang bernama Deveshwara, seorang penyembah Vishnu yang agung, Pandyavijaya menegakkan kembali sanatana-dharma. Maharaja melindungi peradaban Veda dan membuatnya populer lagi, setelah selama ratusan tahun tersisih oleh pengaruh buddhisme. Pandyavijaya membawa Sri Jagannatha dari Nilacala ke suatu tempat yang bernama Sundaracala dengan sebuah kereta. Inilah yang diterima sebagai awal dari perayaan Ratha-yatra.

Ratha-yatra artinya 'Perayaan Kereta'. Perayaan kuno untuk menghormati Tuhan Alam Semesta ini dilaksanakan untuk memperingati kisah yang dituliskan dalam Srimad-Bhagavatam, ulasan otentik Vedanta-sutra. Lima ribu tahun yang lalu sebuah pertemuan terjadi antara Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna dengan para penyembah-Nya yang terkasih dari Vrindavan, dalam suatu per-ziarahan suci selama gerhana matahari di Kuruksetra (medan pertempuran suci Bharatayuda dan tempat Bhagavad-gita disabdakan). Ketika itu para penyembah menarik kereta yang dikendarai oleh Sri Krishna, Baladeva dan Subhadra dengan maksud untuk diajak kembali ke Vrindavan, kampung halaman Mereka. Vrindavan adalah sebuah desa para gembala sederhana, yang sekalipun para penduduknya tidak mengetahui Kitab Suci, Veda-Veda, apalagi mantra-mantra dan ritual tetapi memiliki cinta-kasih yang tulus dan murni kepada Tuhan. Jadi Ratha-yatra mengingatkan umat manusia dan semua makhluk bahwa sesungguhnya cinta-kasihlah yang mengundang Tuhan untuk datang.

Read More!

28 Mei 2008

Kursi Yang Mana

Seorang profesor filosofi yang eksentrik memberikan satu soal untuk test akhir setelah berurusan dengan berbagai macam topik. Kelas sudah penuh dan siap ketika si profesor mengangkat kursinya dan menaruhnya diatas meja dan menulis di papan tulis :
"Dengan menggunakan apa yang kita pelajari semester ini, buktikan bahwa kursi ini tidak ada."

Semua orang sibuk menulis, gesekan penghapus terdengar, jawaban pun ditulis dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa murid menulis hampir 30 halaman dalam 1 jam untuk menolak kehadiran kursi itu. Tapi ada satu orang berdiri dan menyelesaikannya kurang dari semenit.

Seminggu kemudian ketika nilai diumumkan, semua orang-orang bertanya-tanya kenapa dia bisa mendapatkan nilai A padahal dia tidak menulis apapun.

Ternyata jawaban murid itu cuma terdiri dari 2 kata: "Kursi apa?"
Read More!

Siapa Yang Paling Terkenal

Suatu hari beberapa tahun lalu di sebuah sekolah di London Selatan seorang guru bertanya kepada murid - muridnya yang berumur sekitar 5 tahunan, " Saya akan memberikan $20 kepada anak yang bisa memberi tahu siapa orang yang paling terkenal yang pernah hidup."

Seorang anak Irlandia menaikkan tangannya dan berkata, "Dia adalah St. Pattrick." Si guru berkata, "Maaf Alan, jawabanmu salah."

Seorang anak Scotlandia menaikkan tangannya dan berkata, " Dia adalah St. Andrew." Si guru membalas, "Maaf sekali Hamish, jawabanmu juga salah."

Akhirnya seorang anak Gujarat menaikkan tangannya dan berkata, " Dia adalah Jesus Cristus." Si guru berkata, "Iya jawabanmu benar Jayant, kemarilah dan aku akan memberikanmu $20."

Pada saat si guru memberikan uangnya kepada Jayant, dia berkata, " Kamu tahu Jayant, karena kamu seorang Gujarat saya agak terkejut kamu berkata Jesus Christ." Jayant pun menjawab, "Iya, sebenarnya dalam hati saya, saya tahu itu adalah Krishna, tapi bisnis tetaplah bisnis!"

Read More!

14 Mei 2008

KALI SANTARANA UPANISAD

yaddhivyanaama smarataam samsaaro gospadaayate sva navyabhaktir bhavati tadraamapadam aasraye
Om sa ha naavavaty itu saantih
Hari Om. Dvaaparaante naarado brahmaa-nam jagaama katham bhagawan gaam paryatankalim samtareyam iti. Sa howaaca brahmaa saadhu prsto’smi sarva-sruti-rahasyam gopyam tacchrnu yena kali-samsaaram tarisyasi. Bhagavata aadipuru-sasya naaraayanasya naamoccaaranamaatrena nirdhuuta kalir-bhavati. Naaradah punah papracchatannaama kim iti. Sahovaaca hiranyagarbhah, hare raama hare raama, raama raama, hare hare, hare krsna hare krsna, krsna krsna hare hare. Iti sodasakamnaamnaam kalikalmasanaasanam. Naatah parataropaayah sarwa vedesudrsyate. Iti sodasakalaavrtasya jiivasyavarana-vinaasa-nam. Tatah prakaasate param brahmaa meghaapaaye ravirasmi-man-daliiveti. Punarnaaradah papraccha bhagavan ko’sya vidhir iti. Tam hovaca nasya vidhir iti. Sarvadaasucirasucirvaa patam braahmanah salokataam samiipatam saruupataam sayuujyataam eti. Yadaasya sodasikasya saardhattrikotiir japati tadaa brahmahatyaam tarati, tarati viirahatyaam, svarna steyaatpuuto bhavati, sarvadharma-parityagaaga-paapaat-sadyah sucitaam aapnuyaat, sadya mucyate sadyo mucyate ityupanisad.
Harih Om tat sat.
Om sa ha naavavatviti saatih.
Iti srii-kali-santaranopanisat samaaptaa.


Diterjemahkan Oleh : Prabhu Darmayasa.

Harih Om. Tersebutlah pada akhir jaman dvapara, Maha Resi Narada datang menghadap Dewa Brahma dan bertanya ; "Wahai Bhagawan, Guruku yang mulia, dengan berkeliling-keliling di dunia ini, bagaimanakah caranya agar hamba mapu melepaskan diri dari pengaruh jaman KALI".
Dewa Brahma selanjutnya menjawab; "Pertanyaanmu adalah pertanyaan yang sangat baik, apa-apa yang seluruh Sruti Sastra (Rg Veda, Yajur Veda, Sama Veda, Atharva Veda, dan lain-lain) tersimpan secara rahasia dan rohani, dengarlah hal itu dengan baik dengan mana engkau akan mampu menyebrangi kesengsaraan pada jaman kali berupa kelahiran dan kematian berulang kali. Hanya dengan mengucapkan Nama-nama suci Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang awal, Narayana, akan mampu menghancurkan pengaruh-pengaruh buruk jaman Kali".
Maha Resi Narada Kembali bertanya sebagai berikut; "Nama suci mana yang Anda maksudkan itu?". Selanjutnya Dewa Brahma menjawab; (1). Hare, (2). Rama, (3). Hare, (4) Rama, (5). Rama, (6). Rama, (7). Hare, (8). Hare, (9). Hare, (10). Krsna, (11). Hare, (12). Krsna, (13). Krsna, (14). Krsna, (15). Hare, (16). Hare. Keenambelas Nama-nama Suci Tuhan Yang Maha Esa ini menghancurkan pengaruh-pengaruh buruk dalam jaman Kali. Sama sekali tidak ada cara lain yang lebih ampuh dari pada ini yang dapat ditemukan didalam seluruh literatur Veda.
Ini (keenambelas nama-nama suci Tuhan) menghancurkan penutup dari Sang Atma (Roh) berupa 16 (enambelas) Kala. Kemudian barulah Sang Atma dapat menunjukkan Sinar Asli : Barulah Parambrahma bagaikan Sang Surya bersinar terang benderang dengan hilangnya sang awan.
Kembali Maharesi Narada bertanya; "Guruku yang Mulia, apakah aturan peraturan untuk mengucapkan Nama-nama Suci Tuhan Yang Maha Esa ini?".
Dewa Brahma Menjawab; "Sama sekali tidak ada aturan-peraturan (yang khusus) mengucapkan keenambelas Nama-nama Suci Tuhan Yang Maha Esa. Setiap saat, apakah sesorang dalam keadaan suci ataupun tidak suci, dia dapat mengucapkannya.
Dengan mengucapkan nama suci Tuhan ini, orang akan mampu mencapai MOKSA atau pembebasan dari kelahiran dan kematian yang disebut :

SALOKYA : dapat tinggal dialam rohani yang sama dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
SAMIPYA : bisa tinggal didekat Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
SARUPYA : bisa mendapat bentuk yang sama dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
SAYUJYA : dapat bersatu dengan Brahmajyoti atau Sinar dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.

Jika seseorang berjapa atau mengucapkan nama-nama Suci Tuhan yang maha Esa ini sebanyak tiga setengah koti (35.000.000),
maka dia dibebaskan dari dosa-dosa akibat ;
membunuh Brahmana,
dosa akibat membunuh Perwira,
dosa akibat mencuri emas,
Dia juga akan dibebaskan dari dosa-dosa akibat dari kesalahan/penghinaan terhadap leluhur, para Dewa, Tuhan,
dan kesalahan terhadap manusia atau orang lain,
Dosa akibat meninggalkan segala dhrma atau kewajiban-kewajiban suci yang telah ditetapkan, Dia akan mendapat kesucian segera dibebaskan,
segera dibebaskan.
Demikian Upanisad ini.
Hari Om Tat Sat.
Om Sa ha Navavatviti Santih.
Demikian Berakhirlah Upanisad mulia penghancur-penghancur pengaruh-pengaruh buruk jaman KALI.

Read More!

12 Mei 2008

Apakah Anda Cerdas

Dalam Srimad – Bhägavatam Skanda 1, Bab 16 Sloka 9 dikatakan
mandasya manda-prajïasya
vayo mandäyuñaç ca vai
nidrayä hriyate naktaà
divä ca vyartha-karmabhiù

Manusia yang malas dengan kecerdasan yang kurang dan berusia pendek melewatkan malam dengan tidur dan siang hari dengan melakukan kegiatan yang sia-sia.

Penjelasan: Orang yang kurang cerdas tidak mengetahui nilai yang sebenarnya dari bentuk kehidupan manusia. Bentuk manusia adalah hadiah spesial dari alam material berdasarkan hukum alam yang keras. Ini adalah kesempatan untuk mendapatkan hadiah tertinggi kehidupan, yaitu keluar dari ikatan perputaran kelahiran dan kematian. Orang yang cerdas memanfaatkan hadiah yang berharga ini dengan berusaha secara giat untuk keluar dari ikatan ini. Tetapi orang yang kurang cerdas bersifat malas dan tidak mampu menghargai hadiah berupa badan manusia untuk mencapai pembebasan dari ikatan material; mereka menjadi lebih tertarik kepada apa yang disebut perkembangan ekonomi dan bekerja keras dalam keseluruhan hidupnya hanya untuk kenikmatan indria dari badan yang bersifat sementara. Kenikmatan indria juga diizinkan kepada binatang-binatang yang lebih rendah oleh hukum alam dan manusia juga diberikan sejumlah kenikmatan indria berdasarkan kehidupannya yang terdahulu dan sekarang. Tetapi orang harus berusaha mengerti bahwa kenikmatan indria bukanlah tujuan tertinggi dari kehidupan manusia. Disini dikatakan bahwa selama seharian seseorang bekerja “sia-sia” karena tujuannya hanya kenikmata indria. Kita dapat memperhatikan bagaimana manusia di kota-kota besar dan kota-kota industri sibuk untuk hal yang tidak diperlukan. Ada banyak hal diproduksi oleh tenaga manusia, tetapi semua itu dimaksudkan untuk kenikmatan indria dan bukan untuk keluar dari ikatan material. Dan setelah bekerja keras selama siang hari, orang yang lelah akan tidur dan menikmati sex pada malam hari. Itulah program dari kehidupan masyarakat material untuk orang-orang yang kurang cerdas. Oleh karena itu, dalam sloka ini mereka dikatakan sebagai orang malas, kurang beruntung dan berusia singkat.

Read More!

Kitab Weda, Itihasa, dan Purana Mengapa dianggap Mitologi?

(Diambil dari majalah Sanatana Dharma – Narayana Smrti Ashram Yogyakarta)

Karena sulit diterima oleh akal sehat dan tidak didukung oleh temuan bukti-bukti yang ilmiah, apa yang dijelaskan dalam kitab-kitab Weda sering disebut sekedar mitologi dan dongeng belaka. Benarkah umat Hindu memuja Tuhan dan dewa yang hanya ada dalam m i t o l o g i ? B a g a i m a n a mengklarifikasi anggapan keliru seperti itu?


Setelah membaca artikel-artikel tentang berbagai ramalan dalam Weda dalam newsleter Sanatana Dharma ini, beberapa pembaca sempat menyampaikan pertanyaan kritis kepada tim redaksi. Pertanyaan itu menyangkut referensi atau buku acuan yang kami gunakan, yaitu kitab-kitab Purana, Upanisad, dan Itihasa. Dalam hampir semua tulisan, kami mengutip ayat-ayat kitab Bhagavata Purana dan Bhagavad-gita guna mendukung dan memperkuat gagasan-gagasan yang kami munculkan. Pertanyaan mereka masalahnya, bukankah sebagai umat Hindu kita telah fasih dan tanpa beban menyebut semua kisah dalam kitab-kitab Purana, Upanisad, dan Itihasa itu adalah semata-mata sebuah mitologi? Tidakkah itu berarti umat Hindu mendasarkan ajaran agamanya hanya pada mitos atau dongeng yang kebenarannya masih perlu diragukan??

Ambillah contoh kitab Bhagavadgita. Bhagavad-gita memuat wejangan rohani yang disampaikan oleh Sri Krishna kepada Arjuna menjelang berlangsungnya perang Bharata Yudha, yang konon terjadi sekitar lima ribu tahun yang lalu. Kita semua tahu bahwa Bhagavad-gita sebenarnya adalah bagian dari Bhisma Parwa, salah satu diantara 18 Parwa kitab Mahabharata. Sri Krishna, Arjuna, beserta para Pandawa adalah tokoh-tokoh utama dalam kisah Mahabharata. Tetapi dalam anggapan sebagian besar masyarakat Hindu sekalipun, Mahabharata tidak lebih daripada sekedar sebuah epos, cerita kepahlawanan yang dikarang oleh Rsi Vyasa. Ketika kita jelaskan bahwa tempat-tempat yang disebutkan dalam kitab Mahabharata saat ini masih bisa kita telusuri lokasinya, orang masih akan menyangkal dan meragukan penjelasan itu. Menurut mereka, Rsi Vyasa terinspirasi oleh nama-nama tempat itu, lantas mengarang cerita fiksi, yang mengambil nama-nama seperti Hastinapura (sekarang New Delhi), Dwaraka, dan lainlain sebagai latar atau setting terjadinya kisah dalam Mahabharata.

Apalagi, dalam masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa, Krishna dan Arjuna dikenal sekedar sebagai tokoh-tokoh wayang. Bahkan, ada orang Jawa yang akan marah besar, kalau dikatakan bahwa Mahabharata berasal dari India. Mereka meyakini, bahwa kisah Mahabharata terjadi di Jawa, dibuktikan dengan adanya nama nama tempat dan gunung di Indonesia yang diberi nama Arjuna, Bima, dan lain-lain. Jadi, mana yang benar? Benarkah ajaran Hindu hanya berdasar pada mitos-mitos dan dongeng yang masih diperdebatkan asal usulnya?

Pengertian Mitos dan Mitologi

Apa sebenarnya arti kata mitos dan mitology? Kata mitologi, berasal dari bahasa Inggeris “myth”. Dalam kamus Webster NewWorld College Dictionary 3rd Edition, kata “myth” diartikan sebagai : “1) any fictitious story; or unscientific account, theory, belief, etc 2) any imaginary persons or thing spoken asthough existing.” Artinya : 1) sembarang kisah atau cerita fiksi (tidak nyata/hayalan/dongeng); atau kejadian, teori dan kepercayaan dan lain-lain yang tidak bersifat ilmiah. 2) sembarang orang atau sesuatu yang dianggap seolah-olah benar-benar ada.

Jadi, menurut definisi di atas, kalau orang menyebut Mahabharata, atau Ramayana sebagai mitologi atau mitos, itu berarti bahwa Mahabharata dan Ramayana hanyalah sebuah dongeng, sebuah cerita fiksi, yang sebenarnya tidak pernah benar-benar terjadi di alam nyata. Bukankah secara ilmiah, tidak ada bukti-bukti kuat yang mendukung kebenaran kisah-kisah Purana itu? Bukankah itu juga berarti uraian tentang dasa awatara (sepuluh awatara Wishnu) dalam Purana- Purana juga tidak lebih dari dongeng? Lantas, apakah dapat disimpulkan bahwa umat Hindu memuja Tuhan dan para dewa yang hanya ada dalam dongeng?

Dari Mana Asal Sebutan Mitologi itu?

Melongok asal mula mengapa kitab-kitab Purana dijuluki mitologi, kita akan temukan beberapa alasan. Setidaknya, kami melihat ada 2 alasan. Pertama, kata “Purana” berarti sejarah. Dan memang, kitab-kitab Purana mengandung banyak sejarah tentang kegiatan atau lila Tuhan, para dewa, atau penyembah-penyembah mulia Tuhan. Matysa Purana, misalnya, berisi kisah tentang kemunculan Sri Wishnu yang menjelma sebagai seekor ikan raksasa yang menyelamatkan seorang raja saleh bernama Raja Stayavrata. Kisah ini sebenarnya sangat mirip dengan kisah Nabi Nuh dalam Islam yang juga diselamatkan dari Banjir Besar. Sayangnya, dalam Mastya Purana tersebut tidak disebutkan kapan persisnya peristiwa tersebut terjadi. Padahal, dalam dunia akademik dan ilmiah, adanya angka tahun ini merupakan syarat penting bagi kita untuk percaya bahwa sesuatu peristiwa benar benar terjadi. Tapi jangan merasa kecil hati, karena kalau kita tanyakan kepada umat Islam, kapan terjadinya Banjir Besar itupun, mereka juga akan kesulitan menyebutkan angka tahun yang pasti.

Kalaupun kemudian kita berikan penjelasan bahwa Matsya Awatara muncul pada jaman Staya Yuga, ratusan juta tahun yang lalu, orang masih akan mendebat dengan menyatakan bahwa menurut Teori Evolusi Darwin, adanya jenis kehidupan seperti kera (belum jadi manusia, lho) baru mulai sekitar 100 ribu tahun yang lalu. Manusia jenis homo sapien, yang dikatakan sebagai cikal bakal manusia modern seperti kita baru ada sekitar 5 ribu tahun yang lalu. Jadi, bagaimana mungkin telah ada seorang Raja bernama Satyavrata jutaan tahun yang lalu?

Begitupun dengan kisah Mahabharata. Menurut Professor K. Srinivasaraghavan, dalam perhitungan ilmu perbintangan Weda (Jyotishastra), perang di Kuruksetra tersebut terjadi pada tanggal 22 November 3067 Sebelum Masehi. Kesimpulan itu didasarkan pada keterangan-keterangan waktu yang terdapat dalam ayat-ayat Mahabharata itu sendiri. Namun, angka tahun itu ditolak oleh sebagian kalangan sejarawan Barat, karena menurut Teori Invasi (Penyerangan) bangsa Arya ke Dravida ciptaan Max Muller, bangsa Arya diperkirakan datang ke India baru pada sekitar tahun 1500 SM. Menurut teori yang sudah terlanjur dianggap benar itu, Bangsa Arya lah yang merupakan pembawa Rg Weda ke India. Jadi, kalau teori ini benar, bahkan Weda dan peradaban Hindu tidak murni lahir dari India, melainkan berasal dari wilayah Indo- Jerman, tempat asal bangsa Arya.

Alasan kedua, julukan mitologi pada Weda tidak dapat kita lepaskan begitu saja dari konteks sejarah penjajahan India oleh Inggeris selama ratusan tahun. Kolonial Inggeris mulai resmi menjajah India sejak mereka memenangkan pertempuran yang dikenal sebagai Battle of Plassey tahun 1757 (Satsvarupa, 1977). Adalah sebuah fakta bahwa penjajahan Inggeris di India dimanfaatkan oleh para misionaris Kristen untuk mengalihkan agama penduduk India dari Hindu menjadi Kristen. Mereka mulai membuka sekolah dan perguruan tinggi Kristen dan menyebarkan propaganda yang menjelek-jelekkan Hindu. Alexander Duff (1806 – 1878) mendirikan Scots College di Calcutta, yang ia cita-citakan menjadi “headquarters for a great campaign against Hinduism” (pusat kampanye besar melawan Hindu). Para misionaris itu tidak segan segan menyebut kitab-kitab Weda sebagai “absurdities meant for the amusement of children” yang artinya “serangkaian takhayul yang dimaksudkan untuk hiburan anakanak”.

Dengan tujuan besar seperti di atas, mulailah muncul kalangan intelektual Inggeris yang menggangap perlu untuk mendidik orang-orang India dengan ilmu pengetahuan Barat. Upaya itu dimulai dengan lahirnya beberapa orang Inggeris yang mempelajari budaya India dan menguasai bahasa Sanskerta. Terbentuklah sebuah organisasi yang bernama Royal Asiatic Society. Mereka-mereka ini selanjutnya dikenal sebagai “indologists”, yang kemudian menjadi para penterjemah kitab kitab Weda ke dalam bahasa Inggeris. Sir William Jones (1746 – 1794), Charles Wilkins (1749 – 1836), dan Thomas Colebrooke (1756 – 1837) dianggap sebagai para pelopor “indologist”.

Tentu saja, mereka adalah orang orang Kristen yang sangat taat dan terpelajar, sehingga tujuan mereka menterjemahkan kitab-kitab Weda ke dalam bahasa Inggeris bukannya tanpa maksud tertentu. Mereka sadar bahwa tidaklah mudah untuk mengubah keyakinan orang India terhadap tradisi turun temurun mereka yang bersumber pada kitab-kitab Weda. Karena itulah, mereka berpendapat bahwa satu-satunya cara adalah menunjukkan kepada orang orang India bahwa kitab Weda yang mereka yakini tidak lebih dari sekedar takhayul, dongeng, dan mitologi yang tidak masuk akal.

William Jones misalnya, menyebut Bhagavata Purana sebagai “kisah saduran” dan ia berspekulasi bahwa Bhagavata sebenarnya meniru Gospel Kristen yang dibawa ke India, dan bahwa Kesava (nama lain Krishna) sebenarnya adalah Apollo pahlawan Yunani. Teori ini telah terbukti salah, karena berbagai temuan arkeologi yang berhubungan dengan legenda Krishna menunjukkan bahwa Krishna telah ada jauh sebelum agama Kristen lahir (lihat newsleter Sanatana Dharma berjudul “Legenda Krishna, Menyadur Kisah HidupKristus?”).

Tokoh Indologist lain yang sangat besar pengaruhnya pada kesan masyarakat dunia terhadap Weda adalah Frederich Max Muller (1823 – 1900). Muller adalah ahli bahasa Sanskerta asal Jerman yang kemudian bekerja pada East India Company, dan dipercaya untuk menterjemahkan kitab Rg Veda ke dalam bahasa Inggeris. Muller inilah yang kemudian menciptakan teori “Legenda Arya” dan “Invasi bangsa Arya ke Dravida.” dengan mendasarkan argumentasinya pada ayat-ayat dalam kitab Rg Veda itu sendiri. Bahwa ada sebuah suku bangsa Arya yang telah memiliki peradaban yang tinggi, berasal dari kawasan Iran. Bangsa Arya ini hidup berpindah-pindah, berperang dan menaklukkan suku bangsa lainnya, termasuk suku bangsa Dravida berkulit hitam, yang merupakan suku asli India.

Kebanyakan, buku-buku tentang Hindu dan Weda yang bertebaran di perpustakaan dunia saat ini, yang berbahasa Inggeris, adalah hasil terjemahan dan tulisan para indologist tersebut dengan maksud menjelekjelekkan Hindu, dan mengharap orang beralih menjadi Kristen. Karena itulah, tidak mengherankan kalau orang-orang mengenal kitab Weda sebagai mitologi dan dongeng, karena mereka membaca buku-buku yang memang ditulis untuk misi-misi khusus pada masa itu.

Weda Bukan Mitologi!

Dari uraian di atas, jelas menjadi sebuah tantangan bagi kita untuk paling tidak meyakinkan diri kita sendiri, sebelum meyakinkan orang lain, bahwa Weda khususnya Itihasa dan Purana, bukan sekedar mitologi. Bagaimana caranya?

Pertama, berhubungan dengan bukti-bukti ilmiah yang sering dianggap tidak memadai untuk mendukung kebenaran sejarah Weda. Dalam Weda, disebutkan bahwa ada berbagai metode atau cara yang dapat kita tempuh untuk memperoleh pengetahuan. Salah satunya adalah pratyaksa, yang berarti persepsi langsung dengan mengandalkan indera kita sebagai alat utamanya. Metode kedua adalah anumana, yaitu pengambilan kesimpulan (inferensi). Metode yang lain disebut sabdha, atau mendengar dari sumber yang dibenarkan.

Dari ketiga metode itu, ilmu pengetahuan modern lebih di dasarkan pada dua metode yang pertama, yaitu pratyaksa dan anumana. Sebaliknya, Weda lebih mendasarkan pada metode sabdha, mendengarkan dari penguasa atau sumber rohani. Yang dimaksud penguasa disini bukanlah sebuah rezim yang dictator atau pun seorang raja atau pemimpin yang memiliki kekuasaan mutlak. Ambillah contoh sebuah buku. Orang yang paling paham dengan maksud yang ada dalam buku itu, adalah sang penulis buku itu sendiri. Dalam hal ini, penulis itu disebut sebagai penguasa (authority) bagi buku itu

Untuk mendapatkan pengetahuan rohani atau spiritual, Weda menolak penggunaan metode pratyaksa dan anumana. Mengapa? Karena pratyaksa pramana mengandalkan pada kemampuan indera kita dalam menangkap atau memahami sesuatu. Sedangkan indera-indera kita jelas-jelas memiliki banyak kelemahan. Kita tidak bisa melihat benda yang terlalu dekat, atau benda yang terlalu jauh. Dalam ilmu fisika, banyak sekali dipelajari tentang kelemahan mata, telinga, dan kulit kita. Meskipun kemudian kita menciptakan alat-alat untuk membantu penglihatan dan pendengaran kita, akan tetapi jangan lupa bahwa alat-alat itupun kita buat dengan menggunakan indera yang tidak sempurna. Alat-alat itu digunakan oleh manusia yang inderanya tidak sempurna, dan dianalisa oleh orang yang inderanya tidak sempurna.

Setelah menyadari bahwa pratyaksa memiliki banyak kelemahan, para ilmuwan sekarang mengandalkan metode anumana , yang kadang mengarah pada spekulasi, interpolasi,interpretasi untuk mengambil kesimpulan mengenai hal-hal yang tidak dapat diamati secara langsung oleh panca indera manusia.

Contoh nyata spekulasi itu adalah teori tentang penciptaan alam semesta. Manusia adalah makhluk yang serba terbatas, dan hidup hanya di satu planet bumi ini. Ada jutaan planet di alam semesta ini, dan mungkin jutaan galaxy, yang kita tidak pernah mengetahuinya. Umur manusia pendek, hanya ratusan tahun, dan ilmu pengetahuan modern juga baru berkembang beberapa ratus tahun terakhir ini. Namun demikian, para ilmuwan itu telah berani dengan lantang menyatakan kepada kita, apa yang telah terjadi jutaan tahun yang lalu. Mereka menyimpulkan bahwa alam semesta tercipta karena adanya sebuah ledakan besar yang disebut dengan Big Bang Theory. Bukankah tidak seorang ilmuwanpun yang hadir dan menyaksikan pada saat alam semesta tercipta? Kalau ada pihak pihak yang meragukan atau mempertanyakan kebenaran teori itu, maka akan dilabeli dengan sebutan dogmatis, tidak scientific, penganut agama yang fanatik, sentimentalis, dan sebagainya.

Big Bang Theory = Uraian Weda

Sekarang marilah kita coba bandingkan, apa yang diuraikan dalam Weda yang sering dianggap sebagai takhayul atau mitologi, dengan hasil temuan terakhir para ilmuwan mengenai terciptanya alam semesta. Anehnya, apa yang akhir-akhir ini ditemukan oleh para ilmuwan itu, semuanya telah dijelaskan dalam Weda beribu-ribu tahun sebelum para ilmuwan menyadarinya.

Tahun-tahun terakhir ini, ilmuwan fisika dan astronomi mengusulkan teori terbaru terciptanya alam semesta. Mereka menyebut teori itu Big Bang Theory. Teori ini muncul bermula dari pengamatan ahli astronomi Edwin Hubble pada tahun 1920-an (Cremo, 2003) yang menemukan fakta bahwa alam semesta ini seolah mengembang. Ada penjelasan teknis yang cukup rumit mengenai hal ini, yang menyangkut panjang gelombang dan spectrum cahaya. Secara sederhana, terbukti bahwa cahaya yang terpancar dari berbagai galaxy yang ditangkap oleh bumi kita ini makin lama makin besar panjang gelombangnya. Ini menunjukkan bahwa jarak antara bumi dan galaxy – galaxy itu semakin jauh, artinya alam semesta ini mengembang! Galaxy-galaxy itu dapat diibaratkan sebagai bintik-bintik warna yang terdapat pada kulit balon mainan anak-anak yang terus menerus ditiup. Bila balon ditiup, lama-kelamaan, bintikbintik warna pada kulit balon itu akan memiliki jarak yang makin besar satu sama lain.

Berdasarkan temuan ini, para ahli astronomi dan ahli fisika mengemukakan sebuah teori, bahwa alam semesta ini mulai muncul sebagai sebuah fluktuasi quantum mechanical vacuum, atau mekanika kuantum kosong, yang secara mudah digambarkan sebagai lautan energi yang tak terdefinisikan. Menurut teori itu, pada tahap awal alam semesta ini dalam bentuk benih alam semesta (seedlike universes) yang sangat-sangat kecil, padat, dan sangat panas. Lalu dalam waktu singkat ia menggelembung dengan pesat, kemudian seiring dengan proses mengembang itu, benih alam semesta tersebut dipenuhi dengan plasma yang super panas ( superhot plasma).

Setelah mengembang dalam kurun waktu lama, dan juga mengalami pendinginan, plasma-plasma bersuhu tinggi tersebut memadat menjadi sub partikel unsure-unsur hydrogen, helium, dan deuterium. Proses-proses selanjutnya, yang memakan waktu jutaan tahun, membuat bahan-bahan itu menjadi planet, bintang, dan galaxy, lalu terbentuklah alam semesta yang kita huni saat ini. Soal kapan persisnya hal itu terjadi, para ahli itu tak mampu menjelaskannya. Dalam teori itu, para ilmuwan juga mengusulkan bahwa alam semesta memancar dan mengembang dari sebuah lubang putih (white hole), kemudian akan mengalami penyusutan dan masuk ke dalam lubang hitam (black hole). Jadi, white hole memunculkan alam semesta, lalu black hole menelan alam semesta itu.

Bagaimana dengan uraian asal usul alam semesta menurut Weda? Dalam Bhagavata Purana dan Brahma Samhita dijelaskan sebagai berikut: Diluar konsep ruang dan waktu seperti yang kita pahami saat ini, Maha-Vishnu berbaring di lautan Karana (Lautan Penyebab). Dari pori-pori Maha-Vishnu ini bermunculanlah “benih-benih alam semesta” yang jumlahnya tak terhingga. Ketika Maha-Vishnu memandang benih benih itu, memberikan energi kepada elemen tersebut dengan energi Beliau, maka mereka mulai mengembang dalam kecepatan yang sangat tinggi. Dalam masing-masing alam semesta, perlahan lahan terbentuklah unsur-unsur alam, mulai dari yang paling ringan hingga yang lebih berat. Dan alam semesta terus menerus mengembang. Alam semesta-alam semesta tersebut eksis dalam kurun waktu satu kali nafas Maha-Vishnu. Saat Maha- Vishnu mengeluarkan nafas alam semesta diciptakan, dan pada saat Beliau menarik nafas, alam semesta dileburkan (Cremo, 2004 : 465).

Perhatikan bahwa baik Big Bang Theory maupun uraian Weda mengenai asal usul alam semesta memiliki banyak persamaan. Big Bang Theory juga mengusulkan adanya lautan energi yang tidak dapat dipahami sebagai sumber munculnya alam semesta. Kitab Weda juga menyatakan hal yang sama. Beberapa ahli kosmalogi mengusulkan bahwa ada white hole yang “memuntahkan” alam semesta, dan ada black hole yang menelan alam semesta pada suatu masa. Weda juga menyebutkan bahwa alam semesta muncul dan terserap ke dalam lubang, dalam hal ini adalah pori-pori kulit Maha-Wishnu. Keduanya juga menyebutkan bahwa pada tahap awal terjadi proses mengembang yang berlangsung dalam jangka waktu yang sangat cepat.

Big Bang Theory dan uraian Weda sama-sama menyatakan bahwa pada saat terjadinya proses mengembang, alam semesta memancarkan cahaya radiasi, keduanya menyatakan bahwa alam semesta terus menerus mengembang, dan sama-sama menyebutkan bahwa proses itu melibatkan alam semesta yang jumlahnya tidak terhingga.

Tentu saja, perbedaannya keduanya juga tampak jelas. Uraian Weda menyatakan bahwa penciptaan alam semesta itu terjadi melalui campur tangan Tuhan dalam wujudnya sebagai Maha- Vishnu, sedangkan teori Big Bang menyatakan alam semesta “dimuntahkan” dari lautan energi, yang kalau ditanya lebih jauh, apa dan bagaimana asal mula energi itu juga akan bungkam. Mereka akan menjawab bahwa energi itu ada begitu saja….tanpa ada kecerdasan ilahi (divine intelligent) yang mengatur dibalik semua proses tersebut.

Disinilah letak tidak adilnya para ilmuwan modern yang mengkritik Weda. Ketika kita jelaskan bahwa alam semesta ada karena diciptakan oleh Tuhan, maka mereka akan bertanya : “Lalu, siapa yang menciptakan Tuhan?” Kalau kita jawab “Tuhan itu ada begitu saja tanpa ada yang menciptakan, dan takterdefinisikan, sebab dari segala sebab, sumber segala sesuatu”, para ilmuwan itu akan menyebut kita dogmatis, fanatik, dan tidak scientific. Tapi lihatlah, bukankah mereka juga berbuat dogmatis ketika mereka mengusulkan Big Bang Theory, dan teori-teori lainnya? Ambillah contoh, ketika kita tanyakan darimana asalnya “lautan energi” yang mereka sebut sebagai sumber pelontar “benih benih” alam semesta itu? Dari mana asalnya white hole dan black hole…yang menjadi “pelontar” dan “penelan” alam semesta itu? Mereka juga akan menjawab “lautan energi itu ada begitu saja, terjadi secara kebetulan, tanpa ada yang menyebabkan….” Nah, bukankah itu tidak menyelesaikan masalah??? Bukankah mereka mulai dari tengah tengah, bukan dari asal usul alam semesta itu sendiri? Bukankah seharusnya, kalau mereka menyebut “asal-usul” alam semesta, mereka harus bisa menjelaskan asal-usul lautan energi yang menjadi sumber munculnya alam semesta itu? Ilmuwan itu juga menyebut bahwa “benih” alam semesta yang belum mengembang itu bersifat “immeasurably small, dense, and hot” yang artinya baik ukuran, sifat padat, maupun panasnya tidak dapat dijelaskan secara ilmiah dan secara matematis. Dan karena mereka scientist, kita dipaksa percaya begitu saja dengan penjelasan mereka, yang sebenarnya juga sama dengan jawaban kita saat mereka bertanya siapa yang mengadakan Tuhan…Bukankah itu juga dogmatis? Bukankah itu juga mitologi??

Suatu ketika Mr. Carl Sagan, seorang ahli kosmologi melakukan show di sebuah TV di Amerika. Dengan bantuan animasi dan simulasi komputer, Mr. Sagan mempresentasikan semua teori yang dikemukakan oleh para ahli fisika astronomi saat ini. Dijelaskannya tentang panjang gelombang cahaya galaxy yang terus bertambah, alam semesta mengembang, teori Big Bang, efek Dopler, dan sebagainya. Para pemirsa terkejut, ketika menjelang akhir acaranya Mr. Sagan terlihat berada di India, berdiri di depan sebuah temple Krishna yang telah berusia ribuan tahun. Mr. Sagan berkata “Para ilmuwan menemukan semua teori yang telah saya paparkan tadi tahun-tahun akhir ini saja, sedangkan di sini, di India, orang sudah mengetahui informasi itu sejak ribuan tahun yang lalu, dari kitab-kitab Weda…” (Danavir Gosvami, 2002). Uraian di atas hanya salah satu bukti dan sanggahan bahwa Weda bukan mitologi. Masih banyak bukti lain, yang akan kami bahas pada edisi-edisi mendatang. Banggalah menjadi Hindu!

Referensi :
1. Michael Cremo. 2003. Human Devolution, A Vedic Alternatif to Darwin’s Theory
Los Angeles, Torch Light Publishing, Bhaktivedanta Book Trust
2. Professor K. Srinivasaraghavan, 2003. Searching for Historical Krishna. Artikel
dalam http://harekrishna.cz.
3. Danavir Gosvami (2002). Jurnal Vaishnava Society, Vol 5. Rupanuga Vedic College,
Kansas City

Read More!