28 Mei 2008

Kursi Yang Mana

Seorang profesor filosofi yang eksentrik memberikan satu soal untuk test akhir setelah berurusan dengan berbagai macam topik. Kelas sudah penuh dan siap ketika si profesor mengangkat kursinya dan menaruhnya diatas meja dan menulis di papan tulis :
"Dengan menggunakan apa yang kita pelajari semester ini, buktikan bahwa kursi ini tidak ada."

Semua orang sibuk menulis, gesekan penghapus terdengar, jawaban pun ditulis dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa murid menulis hampir 30 halaman dalam 1 jam untuk menolak kehadiran kursi itu. Tapi ada satu orang berdiri dan menyelesaikannya kurang dari semenit.

Seminggu kemudian ketika nilai diumumkan, semua orang-orang bertanya-tanya kenapa dia bisa mendapatkan nilai A padahal dia tidak menulis apapun.

Ternyata jawaban murid itu cuma terdiri dari 2 kata: "Kursi apa?"
Read More!

Siapa Yang Paling Terkenal

Suatu hari beberapa tahun lalu di sebuah sekolah di London Selatan seorang guru bertanya kepada murid - muridnya yang berumur sekitar 5 tahunan, " Saya akan memberikan $20 kepada anak yang bisa memberi tahu siapa orang yang paling terkenal yang pernah hidup."

Seorang anak Irlandia menaikkan tangannya dan berkata, "Dia adalah St. Pattrick." Si guru berkata, "Maaf Alan, jawabanmu salah."

Seorang anak Scotlandia menaikkan tangannya dan berkata, " Dia adalah St. Andrew." Si guru membalas, "Maaf sekali Hamish, jawabanmu juga salah."

Akhirnya seorang anak Gujarat menaikkan tangannya dan berkata, " Dia adalah Jesus Cristus." Si guru berkata, "Iya jawabanmu benar Jayant, kemarilah dan aku akan memberikanmu $20."

Pada saat si guru memberikan uangnya kepada Jayant, dia berkata, " Kamu tahu Jayant, karena kamu seorang Gujarat saya agak terkejut kamu berkata Jesus Christ." Jayant pun menjawab, "Iya, sebenarnya dalam hati saya, saya tahu itu adalah Krishna, tapi bisnis tetaplah bisnis!"

Read More!

14 Mei 2008

KALI SANTARANA UPANISAD

yaddhivyanaama smarataam samsaaro gospadaayate sva navyabhaktir bhavati tadraamapadam aasraye
Om sa ha naavavaty itu saantih
Hari Om. Dvaaparaante naarado brahmaa-nam jagaama katham bhagawan gaam paryatankalim samtareyam iti. Sa howaaca brahmaa saadhu prsto’smi sarva-sruti-rahasyam gopyam tacchrnu yena kali-samsaaram tarisyasi. Bhagavata aadipuru-sasya naaraayanasya naamoccaaranamaatrena nirdhuuta kalir-bhavati. Naaradah punah papracchatannaama kim iti. Sahovaaca hiranyagarbhah, hare raama hare raama, raama raama, hare hare, hare krsna hare krsna, krsna krsna hare hare. Iti sodasakamnaamnaam kalikalmasanaasanam. Naatah parataropaayah sarwa vedesudrsyate. Iti sodasakalaavrtasya jiivasyavarana-vinaasa-nam. Tatah prakaasate param brahmaa meghaapaaye ravirasmi-man-daliiveti. Punarnaaradah papraccha bhagavan ko’sya vidhir iti. Tam hovaca nasya vidhir iti. Sarvadaasucirasucirvaa patam braahmanah salokataam samiipatam saruupataam sayuujyataam eti. Yadaasya sodasikasya saardhattrikotiir japati tadaa brahmahatyaam tarati, tarati viirahatyaam, svarna steyaatpuuto bhavati, sarvadharma-parityagaaga-paapaat-sadyah sucitaam aapnuyaat, sadya mucyate sadyo mucyate ityupanisad.
Harih Om tat sat.
Om sa ha naavavatviti saatih.
Iti srii-kali-santaranopanisat samaaptaa.


Diterjemahkan Oleh : Prabhu Darmayasa.

Harih Om. Tersebutlah pada akhir jaman dvapara, Maha Resi Narada datang menghadap Dewa Brahma dan bertanya ; "Wahai Bhagawan, Guruku yang mulia, dengan berkeliling-keliling di dunia ini, bagaimanakah caranya agar hamba mapu melepaskan diri dari pengaruh jaman KALI".
Dewa Brahma selanjutnya menjawab; "Pertanyaanmu adalah pertanyaan yang sangat baik, apa-apa yang seluruh Sruti Sastra (Rg Veda, Yajur Veda, Sama Veda, Atharva Veda, dan lain-lain) tersimpan secara rahasia dan rohani, dengarlah hal itu dengan baik dengan mana engkau akan mampu menyebrangi kesengsaraan pada jaman kali berupa kelahiran dan kematian berulang kali. Hanya dengan mengucapkan Nama-nama suci Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang awal, Narayana, akan mampu menghancurkan pengaruh-pengaruh buruk jaman Kali".
Maha Resi Narada Kembali bertanya sebagai berikut; "Nama suci mana yang Anda maksudkan itu?". Selanjutnya Dewa Brahma menjawab; (1). Hare, (2). Rama, (3). Hare, (4) Rama, (5). Rama, (6). Rama, (7). Hare, (8). Hare, (9). Hare, (10). Krsna, (11). Hare, (12). Krsna, (13). Krsna, (14). Krsna, (15). Hare, (16). Hare. Keenambelas Nama-nama Suci Tuhan Yang Maha Esa ini menghancurkan pengaruh-pengaruh buruk dalam jaman Kali. Sama sekali tidak ada cara lain yang lebih ampuh dari pada ini yang dapat ditemukan didalam seluruh literatur Veda.
Ini (keenambelas nama-nama suci Tuhan) menghancurkan penutup dari Sang Atma (Roh) berupa 16 (enambelas) Kala. Kemudian barulah Sang Atma dapat menunjukkan Sinar Asli : Barulah Parambrahma bagaikan Sang Surya bersinar terang benderang dengan hilangnya sang awan.
Kembali Maharesi Narada bertanya; "Guruku yang Mulia, apakah aturan peraturan untuk mengucapkan Nama-nama Suci Tuhan Yang Maha Esa ini?".
Dewa Brahma Menjawab; "Sama sekali tidak ada aturan-peraturan (yang khusus) mengucapkan keenambelas Nama-nama Suci Tuhan Yang Maha Esa. Setiap saat, apakah sesorang dalam keadaan suci ataupun tidak suci, dia dapat mengucapkannya.
Dengan mengucapkan nama suci Tuhan ini, orang akan mampu mencapai MOKSA atau pembebasan dari kelahiran dan kematian yang disebut :

SALOKYA : dapat tinggal dialam rohani yang sama dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
SAMIPYA : bisa tinggal didekat Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
SARUPYA : bisa mendapat bentuk yang sama dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
SAYUJYA : dapat bersatu dengan Brahmajyoti atau Sinar dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.

Jika seseorang berjapa atau mengucapkan nama-nama Suci Tuhan yang maha Esa ini sebanyak tiga setengah koti (35.000.000),
maka dia dibebaskan dari dosa-dosa akibat ;
membunuh Brahmana,
dosa akibat membunuh Perwira,
dosa akibat mencuri emas,
Dia juga akan dibebaskan dari dosa-dosa akibat dari kesalahan/penghinaan terhadap leluhur, para Dewa, Tuhan,
dan kesalahan terhadap manusia atau orang lain,
Dosa akibat meninggalkan segala dhrma atau kewajiban-kewajiban suci yang telah ditetapkan, Dia akan mendapat kesucian segera dibebaskan,
segera dibebaskan.
Demikian Upanisad ini.
Hari Om Tat Sat.
Om Sa ha Navavatviti Santih.
Demikian Berakhirlah Upanisad mulia penghancur-penghancur pengaruh-pengaruh buruk jaman KALI.

Read More!

12 Mei 2008

Apakah Anda Cerdas

Dalam Srimad – Bhägavatam Skanda 1, Bab 16 Sloka 9 dikatakan
mandasya manda-prajïasya
vayo mandäyuñaç ca vai
nidrayä hriyate naktaà
divä ca vyartha-karmabhiù

Manusia yang malas dengan kecerdasan yang kurang dan berusia pendek melewatkan malam dengan tidur dan siang hari dengan melakukan kegiatan yang sia-sia.

Penjelasan: Orang yang kurang cerdas tidak mengetahui nilai yang sebenarnya dari bentuk kehidupan manusia. Bentuk manusia adalah hadiah spesial dari alam material berdasarkan hukum alam yang keras. Ini adalah kesempatan untuk mendapatkan hadiah tertinggi kehidupan, yaitu keluar dari ikatan perputaran kelahiran dan kematian. Orang yang cerdas memanfaatkan hadiah yang berharga ini dengan berusaha secara giat untuk keluar dari ikatan ini. Tetapi orang yang kurang cerdas bersifat malas dan tidak mampu menghargai hadiah berupa badan manusia untuk mencapai pembebasan dari ikatan material; mereka menjadi lebih tertarik kepada apa yang disebut perkembangan ekonomi dan bekerja keras dalam keseluruhan hidupnya hanya untuk kenikmatan indria dari badan yang bersifat sementara. Kenikmatan indria juga diizinkan kepada binatang-binatang yang lebih rendah oleh hukum alam dan manusia juga diberikan sejumlah kenikmatan indria berdasarkan kehidupannya yang terdahulu dan sekarang. Tetapi orang harus berusaha mengerti bahwa kenikmatan indria bukanlah tujuan tertinggi dari kehidupan manusia. Disini dikatakan bahwa selama seharian seseorang bekerja “sia-sia” karena tujuannya hanya kenikmata indria. Kita dapat memperhatikan bagaimana manusia di kota-kota besar dan kota-kota industri sibuk untuk hal yang tidak diperlukan. Ada banyak hal diproduksi oleh tenaga manusia, tetapi semua itu dimaksudkan untuk kenikmatan indria dan bukan untuk keluar dari ikatan material. Dan setelah bekerja keras selama siang hari, orang yang lelah akan tidur dan menikmati sex pada malam hari. Itulah program dari kehidupan masyarakat material untuk orang-orang yang kurang cerdas. Oleh karena itu, dalam sloka ini mereka dikatakan sebagai orang malas, kurang beruntung dan berusia singkat.

Read More!

Kitab Weda, Itihasa, dan Purana Mengapa dianggap Mitologi?

(Diambil dari majalah Sanatana Dharma – Narayana Smrti Ashram Yogyakarta)

Karena sulit diterima oleh akal sehat dan tidak didukung oleh temuan bukti-bukti yang ilmiah, apa yang dijelaskan dalam kitab-kitab Weda sering disebut sekedar mitologi dan dongeng belaka. Benarkah umat Hindu memuja Tuhan dan dewa yang hanya ada dalam m i t o l o g i ? B a g a i m a n a mengklarifikasi anggapan keliru seperti itu?


Setelah membaca artikel-artikel tentang berbagai ramalan dalam Weda dalam newsleter Sanatana Dharma ini, beberapa pembaca sempat menyampaikan pertanyaan kritis kepada tim redaksi. Pertanyaan itu menyangkut referensi atau buku acuan yang kami gunakan, yaitu kitab-kitab Purana, Upanisad, dan Itihasa. Dalam hampir semua tulisan, kami mengutip ayat-ayat kitab Bhagavata Purana dan Bhagavad-gita guna mendukung dan memperkuat gagasan-gagasan yang kami munculkan. Pertanyaan mereka masalahnya, bukankah sebagai umat Hindu kita telah fasih dan tanpa beban menyebut semua kisah dalam kitab-kitab Purana, Upanisad, dan Itihasa itu adalah semata-mata sebuah mitologi? Tidakkah itu berarti umat Hindu mendasarkan ajaran agamanya hanya pada mitos atau dongeng yang kebenarannya masih perlu diragukan??

Ambillah contoh kitab Bhagavadgita. Bhagavad-gita memuat wejangan rohani yang disampaikan oleh Sri Krishna kepada Arjuna menjelang berlangsungnya perang Bharata Yudha, yang konon terjadi sekitar lima ribu tahun yang lalu. Kita semua tahu bahwa Bhagavad-gita sebenarnya adalah bagian dari Bhisma Parwa, salah satu diantara 18 Parwa kitab Mahabharata. Sri Krishna, Arjuna, beserta para Pandawa adalah tokoh-tokoh utama dalam kisah Mahabharata. Tetapi dalam anggapan sebagian besar masyarakat Hindu sekalipun, Mahabharata tidak lebih daripada sekedar sebuah epos, cerita kepahlawanan yang dikarang oleh Rsi Vyasa. Ketika kita jelaskan bahwa tempat-tempat yang disebutkan dalam kitab Mahabharata saat ini masih bisa kita telusuri lokasinya, orang masih akan menyangkal dan meragukan penjelasan itu. Menurut mereka, Rsi Vyasa terinspirasi oleh nama-nama tempat itu, lantas mengarang cerita fiksi, yang mengambil nama-nama seperti Hastinapura (sekarang New Delhi), Dwaraka, dan lainlain sebagai latar atau setting terjadinya kisah dalam Mahabharata.

Apalagi, dalam masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa, Krishna dan Arjuna dikenal sekedar sebagai tokoh-tokoh wayang. Bahkan, ada orang Jawa yang akan marah besar, kalau dikatakan bahwa Mahabharata berasal dari India. Mereka meyakini, bahwa kisah Mahabharata terjadi di Jawa, dibuktikan dengan adanya nama nama tempat dan gunung di Indonesia yang diberi nama Arjuna, Bima, dan lain-lain. Jadi, mana yang benar? Benarkah ajaran Hindu hanya berdasar pada mitos-mitos dan dongeng yang masih diperdebatkan asal usulnya?

Pengertian Mitos dan Mitologi

Apa sebenarnya arti kata mitos dan mitology? Kata mitologi, berasal dari bahasa Inggeris “myth”. Dalam kamus Webster NewWorld College Dictionary 3rd Edition, kata “myth” diartikan sebagai : “1) any fictitious story; or unscientific account, theory, belief, etc 2) any imaginary persons or thing spoken asthough existing.” Artinya : 1) sembarang kisah atau cerita fiksi (tidak nyata/hayalan/dongeng); atau kejadian, teori dan kepercayaan dan lain-lain yang tidak bersifat ilmiah. 2) sembarang orang atau sesuatu yang dianggap seolah-olah benar-benar ada.

Jadi, menurut definisi di atas, kalau orang menyebut Mahabharata, atau Ramayana sebagai mitologi atau mitos, itu berarti bahwa Mahabharata dan Ramayana hanyalah sebuah dongeng, sebuah cerita fiksi, yang sebenarnya tidak pernah benar-benar terjadi di alam nyata. Bukankah secara ilmiah, tidak ada bukti-bukti kuat yang mendukung kebenaran kisah-kisah Purana itu? Bukankah itu juga berarti uraian tentang dasa awatara (sepuluh awatara Wishnu) dalam Purana- Purana juga tidak lebih dari dongeng? Lantas, apakah dapat disimpulkan bahwa umat Hindu memuja Tuhan dan para dewa yang hanya ada dalam dongeng?

Dari Mana Asal Sebutan Mitologi itu?

Melongok asal mula mengapa kitab-kitab Purana dijuluki mitologi, kita akan temukan beberapa alasan. Setidaknya, kami melihat ada 2 alasan. Pertama, kata “Purana” berarti sejarah. Dan memang, kitab-kitab Purana mengandung banyak sejarah tentang kegiatan atau lila Tuhan, para dewa, atau penyembah-penyembah mulia Tuhan. Matysa Purana, misalnya, berisi kisah tentang kemunculan Sri Wishnu yang menjelma sebagai seekor ikan raksasa yang menyelamatkan seorang raja saleh bernama Raja Stayavrata. Kisah ini sebenarnya sangat mirip dengan kisah Nabi Nuh dalam Islam yang juga diselamatkan dari Banjir Besar. Sayangnya, dalam Mastya Purana tersebut tidak disebutkan kapan persisnya peristiwa tersebut terjadi. Padahal, dalam dunia akademik dan ilmiah, adanya angka tahun ini merupakan syarat penting bagi kita untuk percaya bahwa sesuatu peristiwa benar benar terjadi. Tapi jangan merasa kecil hati, karena kalau kita tanyakan kepada umat Islam, kapan terjadinya Banjir Besar itupun, mereka juga akan kesulitan menyebutkan angka tahun yang pasti.

Kalaupun kemudian kita berikan penjelasan bahwa Matsya Awatara muncul pada jaman Staya Yuga, ratusan juta tahun yang lalu, orang masih akan mendebat dengan menyatakan bahwa menurut Teori Evolusi Darwin, adanya jenis kehidupan seperti kera (belum jadi manusia, lho) baru mulai sekitar 100 ribu tahun yang lalu. Manusia jenis homo sapien, yang dikatakan sebagai cikal bakal manusia modern seperti kita baru ada sekitar 5 ribu tahun yang lalu. Jadi, bagaimana mungkin telah ada seorang Raja bernama Satyavrata jutaan tahun yang lalu?

Begitupun dengan kisah Mahabharata. Menurut Professor K. Srinivasaraghavan, dalam perhitungan ilmu perbintangan Weda (Jyotishastra), perang di Kuruksetra tersebut terjadi pada tanggal 22 November 3067 Sebelum Masehi. Kesimpulan itu didasarkan pada keterangan-keterangan waktu yang terdapat dalam ayat-ayat Mahabharata itu sendiri. Namun, angka tahun itu ditolak oleh sebagian kalangan sejarawan Barat, karena menurut Teori Invasi (Penyerangan) bangsa Arya ke Dravida ciptaan Max Muller, bangsa Arya diperkirakan datang ke India baru pada sekitar tahun 1500 SM. Menurut teori yang sudah terlanjur dianggap benar itu, Bangsa Arya lah yang merupakan pembawa Rg Weda ke India. Jadi, kalau teori ini benar, bahkan Weda dan peradaban Hindu tidak murni lahir dari India, melainkan berasal dari wilayah Indo- Jerman, tempat asal bangsa Arya.

Alasan kedua, julukan mitologi pada Weda tidak dapat kita lepaskan begitu saja dari konteks sejarah penjajahan India oleh Inggeris selama ratusan tahun. Kolonial Inggeris mulai resmi menjajah India sejak mereka memenangkan pertempuran yang dikenal sebagai Battle of Plassey tahun 1757 (Satsvarupa, 1977). Adalah sebuah fakta bahwa penjajahan Inggeris di India dimanfaatkan oleh para misionaris Kristen untuk mengalihkan agama penduduk India dari Hindu menjadi Kristen. Mereka mulai membuka sekolah dan perguruan tinggi Kristen dan menyebarkan propaganda yang menjelek-jelekkan Hindu. Alexander Duff (1806 – 1878) mendirikan Scots College di Calcutta, yang ia cita-citakan menjadi “headquarters for a great campaign against Hinduism” (pusat kampanye besar melawan Hindu). Para misionaris itu tidak segan segan menyebut kitab-kitab Weda sebagai “absurdities meant for the amusement of children” yang artinya “serangkaian takhayul yang dimaksudkan untuk hiburan anakanak”.

Dengan tujuan besar seperti di atas, mulailah muncul kalangan intelektual Inggeris yang menggangap perlu untuk mendidik orang-orang India dengan ilmu pengetahuan Barat. Upaya itu dimulai dengan lahirnya beberapa orang Inggeris yang mempelajari budaya India dan menguasai bahasa Sanskerta. Terbentuklah sebuah organisasi yang bernama Royal Asiatic Society. Mereka-mereka ini selanjutnya dikenal sebagai “indologists”, yang kemudian menjadi para penterjemah kitab kitab Weda ke dalam bahasa Inggeris. Sir William Jones (1746 – 1794), Charles Wilkins (1749 – 1836), dan Thomas Colebrooke (1756 – 1837) dianggap sebagai para pelopor “indologist”.

Tentu saja, mereka adalah orang orang Kristen yang sangat taat dan terpelajar, sehingga tujuan mereka menterjemahkan kitab-kitab Weda ke dalam bahasa Inggeris bukannya tanpa maksud tertentu. Mereka sadar bahwa tidaklah mudah untuk mengubah keyakinan orang India terhadap tradisi turun temurun mereka yang bersumber pada kitab-kitab Weda. Karena itulah, mereka berpendapat bahwa satu-satunya cara adalah menunjukkan kepada orang orang India bahwa kitab Weda yang mereka yakini tidak lebih dari sekedar takhayul, dongeng, dan mitologi yang tidak masuk akal.

William Jones misalnya, menyebut Bhagavata Purana sebagai “kisah saduran” dan ia berspekulasi bahwa Bhagavata sebenarnya meniru Gospel Kristen yang dibawa ke India, dan bahwa Kesava (nama lain Krishna) sebenarnya adalah Apollo pahlawan Yunani. Teori ini telah terbukti salah, karena berbagai temuan arkeologi yang berhubungan dengan legenda Krishna menunjukkan bahwa Krishna telah ada jauh sebelum agama Kristen lahir (lihat newsleter Sanatana Dharma berjudul “Legenda Krishna, Menyadur Kisah HidupKristus?”).

Tokoh Indologist lain yang sangat besar pengaruhnya pada kesan masyarakat dunia terhadap Weda adalah Frederich Max Muller (1823 – 1900). Muller adalah ahli bahasa Sanskerta asal Jerman yang kemudian bekerja pada East India Company, dan dipercaya untuk menterjemahkan kitab Rg Veda ke dalam bahasa Inggeris. Muller inilah yang kemudian menciptakan teori “Legenda Arya” dan “Invasi bangsa Arya ke Dravida.” dengan mendasarkan argumentasinya pada ayat-ayat dalam kitab Rg Veda itu sendiri. Bahwa ada sebuah suku bangsa Arya yang telah memiliki peradaban yang tinggi, berasal dari kawasan Iran. Bangsa Arya ini hidup berpindah-pindah, berperang dan menaklukkan suku bangsa lainnya, termasuk suku bangsa Dravida berkulit hitam, yang merupakan suku asli India.

Kebanyakan, buku-buku tentang Hindu dan Weda yang bertebaran di perpustakaan dunia saat ini, yang berbahasa Inggeris, adalah hasil terjemahan dan tulisan para indologist tersebut dengan maksud menjelekjelekkan Hindu, dan mengharap orang beralih menjadi Kristen. Karena itulah, tidak mengherankan kalau orang-orang mengenal kitab Weda sebagai mitologi dan dongeng, karena mereka membaca buku-buku yang memang ditulis untuk misi-misi khusus pada masa itu.

Weda Bukan Mitologi!

Dari uraian di atas, jelas menjadi sebuah tantangan bagi kita untuk paling tidak meyakinkan diri kita sendiri, sebelum meyakinkan orang lain, bahwa Weda khususnya Itihasa dan Purana, bukan sekedar mitologi. Bagaimana caranya?

Pertama, berhubungan dengan bukti-bukti ilmiah yang sering dianggap tidak memadai untuk mendukung kebenaran sejarah Weda. Dalam Weda, disebutkan bahwa ada berbagai metode atau cara yang dapat kita tempuh untuk memperoleh pengetahuan. Salah satunya adalah pratyaksa, yang berarti persepsi langsung dengan mengandalkan indera kita sebagai alat utamanya. Metode kedua adalah anumana, yaitu pengambilan kesimpulan (inferensi). Metode yang lain disebut sabdha, atau mendengar dari sumber yang dibenarkan.

Dari ketiga metode itu, ilmu pengetahuan modern lebih di dasarkan pada dua metode yang pertama, yaitu pratyaksa dan anumana. Sebaliknya, Weda lebih mendasarkan pada metode sabdha, mendengarkan dari penguasa atau sumber rohani. Yang dimaksud penguasa disini bukanlah sebuah rezim yang dictator atau pun seorang raja atau pemimpin yang memiliki kekuasaan mutlak. Ambillah contoh sebuah buku. Orang yang paling paham dengan maksud yang ada dalam buku itu, adalah sang penulis buku itu sendiri. Dalam hal ini, penulis itu disebut sebagai penguasa (authority) bagi buku itu

Untuk mendapatkan pengetahuan rohani atau spiritual, Weda menolak penggunaan metode pratyaksa dan anumana. Mengapa? Karena pratyaksa pramana mengandalkan pada kemampuan indera kita dalam menangkap atau memahami sesuatu. Sedangkan indera-indera kita jelas-jelas memiliki banyak kelemahan. Kita tidak bisa melihat benda yang terlalu dekat, atau benda yang terlalu jauh. Dalam ilmu fisika, banyak sekali dipelajari tentang kelemahan mata, telinga, dan kulit kita. Meskipun kemudian kita menciptakan alat-alat untuk membantu penglihatan dan pendengaran kita, akan tetapi jangan lupa bahwa alat-alat itupun kita buat dengan menggunakan indera yang tidak sempurna. Alat-alat itu digunakan oleh manusia yang inderanya tidak sempurna, dan dianalisa oleh orang yang inderanya tidak sempurna.

Setelah menyadari bahwa pratyaksa memiliki banyak kelemahan, para ilmuwan sekarang mengandalkan metode anumana , yang kadang mengarah pada spekulasi, interpolasi,interpretasi untuk mengambil kesimpulan mengenai hal-hal yang tidak dapat diamati secara langsung oleh panca indera manusia.

Contoh nyata spekulasi itu adalah teori tentang penciptaan alam semesta. Manusia adalah makhluk yang serba terbatas, dan hidup hanya di satu planet bumi ini. Ada jutaan planet di alam semesta ini, dan mungkin jutaan galaxy, yang kita tidak pernah mengetahuinya. Umur manusia pendek, hanya ratusan tahun, dan ilmu pengetahuan modern juga baru berkembang beberapa ratus tahun terakhir ini. Namun demikian, para ilmuwan itu telah berani dengan lantang menyatakan kepada kita, apa yang telah terjadi jutaan tahun yang lalu. Mereka menyimpulkan bahwa alam semesta tercipta karena adanya sebuah ledakan besar yang disebut dengan Big Bang Theory. Bukankah tidak seorang ilmuwanpun yang hadir dan menyaksikan pada saat alam semesta tercipta? Kalau ada pihak pihak yang meragukan atau mempertanyakan kebenaran teori itu, maka akan dilabeli dengan sebutan dogmatis, tidak scientific, penganut agama yang fanatik, sentimentalis, dan sebagainya.

Big Bang Theory = Uraian Weda

Sekarang marilah kita coba bandingkan, apa yang diuraikan dalam Weda yang sering dianggap sebagai takhayul atau mitologi, dengan hasil temuan terakhir para ilmuwan mengenai terciptanya alam semesta. Anehnya, apa yang akhir-akhir ini ditemukan oleh para ilmuwan itu, semuanya telah dijelaskan dalam Weda beribu-ribu tahun sebelum para ilmuwan menyadarinya.

Tahun-tahun terakhir ini, ilmuwan fisika dan astronomi mengusulkan teori terbaru terciptanya alam semesta. Mereka menyebut teori itu Big Bang Theory. Teori ini muncul bermula dari pengamatan ahli astronomi Edwin Hubble pada tahun 1920-an (Cremo, 2003) yang menemukan fakta bahwa alam semesta ini seolah mengembang. Ada penjelasan teknis yang cukup rumit mengenai hal ini, yang menyangkut panjang gelombang dan spectrum cahaya. Secara sederhana, terbukti bahwa cahaya yang terpancar dari berbagai galaxy yang ditangkap oleh bumi kita ini makin lama makin besar panjang gelombangnya. Ini menunjukkan bahwa jarak antara bumi dan galaxy – galaxy itu semakin jauh, artinya alam semesta ini mengembang! Galaxy-galaxy itu dapat diibaratkan sebagai bintik-bintik warna yang terdapat pada kulit balon mainan anak-anak yang terus menerus ditiup. Bila balon ditiup, lama-kelamaan, bintikbintik warna pada kulit balon itu akan memiliki jarak yang makin besar satu sama lain.

Berdasarkan temuan ini, para ahli astronomi dan ahli fisika mengemukakan sebuah teori, bahwa alam semesta ini mulai muncul sebagai sebuah fluktuasi quantum mechanical vacuum, atau mekanika kuantum kosong, yang secara mudah digambarkan sebagai lautan energi yang tak terdefinisikan. Menurut teori itu, pada tahap awal alam semesta ini dalam bentuk benih alam semesta (seedlike universes) yang sangat-sangat kecil, padat, dan sangat panas. Lalu dalam waktu singkat ia menggelembung dengan pesat, kemudian seiring dengan proses mengembang itu, benih alam semesta tersebut dipenuhi dengan plasma yang super panas ( superhot plasma).

Setelah mengembang dalam kurun waktu lama, dan juga mengalami pendinginan, plasma-plasma bersuhu tinggi tersebut memadat menjadi sub partikel unsure-unsur hydrogen, helium, dan deuterium. Proses-proses selanjutnya, yang memakan waktu jutaan tahun, membuat bahan-bahan itu menjadi planet, bintang, dan galaxy, lalu terbentuklah alam semesta yang kita huni saat ini. Soal kapan persisnya hal itu terjadi, para ahli itu tak mampu menjelaskannya. Dalam teori itu, para ilmuwan juga mengusulkan bahwa alam semesta memancar dan mengembang dari sebuah lubang putih (white hole), kemudian akan mengalami penyusutan dan masuk ke dalam lubang hitam (black hole). Jadi, white hole memunculkan alam semesta, lalu black hole menelan alam semesta itu.

Bagaimana dengan uraian asal usul alam semesta menurut Weda? Dalam Bhagavata Purana dan Brahma Samhita dijelaskan sebagai berikut: Diluar konsep ruang dan waktu seperti yang kita pahami saat ini, Maha-Vishnu berbaring di lautan Karana (Lautan Penyebab). Dari pori-pori Maha-Vishnu ini bermunculanlah “benih-benih alam semesta” yang jumlahnya tak terhingga. Ketika Maha-Vishnu memandang benih benih itu, memberikan energi kepada elemen tersebut dengan energi Beliau, maka mereka mulai mengembang dalam kecepatan yang sangat tinggi. Dalam masing-masing alam semesta, perlahan lahan terbentuklah unsur-unsur alam, mulai dari yang paling ringan hingga yang lebih berat. Dan alam semesta terus menerus mengembang. Alam semesta-alam semesta tersebut eksis dalam kurun waktu satu kali nafas Maha-Vishnu. Saat Maha- Vishnu mengeluarkan nafas alam semesta diciptakan, dan pada saat Beliau menarik nafas, alam semesta dileburkan (Cremo, 2004 : 465).

Perhatikan bahwa baik Big Bang Theory maupun uraian Weda mengenai asal usul alam semesta memiliki banyak persamaan. Big Bang Theory juga mengusulkan adanya lautan energi yang tidak dapat dipahami sebagai sumber munculnya alam semesta. Kitab Weda juga menyatakan hal yang sama. Beberapa ahli kosmalogi mengusulkan bahwa ada white hole yang “memuntahkan” alam semesta, dan ada black hole yang menelan alam semesta pada suatu masa. Weda juga menyebutkan bahwa alam semesta muncul dan terserap ke dalam lubang, dalam hal ini adalah pori-pori kulit Maha-Wishnu. Keduanya juga menyebutkan bahwa pada tahap awal terjadi proses mengembang yang berlangsung dalam jangka waktu yang sangat cepat.

Big Bang Theory dan uraian Weda sama-sama menyatakan bahwa pada saat terjadinya proses mengembang, alam semesta memancarkan cahaya radiasi, keduanya menyatakan bahwa alam semesta terus menerus mengembang, dan sama-sama menyebutkan bahwa proses itu melibatkan alam semesta yang jumlahnya tidak terhingga.

Tentu saja, perbedaannya keduanya juga tampak jelas. Uraian Weda menyatakan bahwa penciptaan alam semesta itu terjadi melalui campur tangan Tuhan dalam wujudnya sebagai Maha- Vishnu, sedangkan teori Big Bang menyatakan alam semesta “dimuntahkan” dari lautan energi, yang kalau ditanya lebih jauh, apa dan bagaimana asal mula energi itu juga akan bungkam. Mereka akan menjawab bahwa energi itu ada begitu saja….tanpa ada kecerdasan ilahi (divine intelligent) yang mengatur dibalik semua proses tersebut.

Disinilah letak tidak adilnya para ilmuwan modern yang mengkritik Weda. Ketika kita jelaskan bahwa alam semesta ada karena diciptakan oleh Tuhan, maka mereka akan bertanya : “Lalu, siapa yang menciptakan Tuhan?” Kalau kita jawab “Tuhan itu ada begitu saja tanpa ada yang menciptakan, dan takterdefinisikan, sebab dari segala sebab, sumber segala sesuatu”, para ilmuwan itu akan menyebut kita dogmatis, fanatik, dan tidak scientific. Tapi lihatlah, bukankah mereka juga berbuat dogmatis ketika mereka mengusulkan Big Bang Theory, dan teori-teori lainnya? Ambillah contoh, ketika kita tanyakan darimana asalnya “lautan energi” yang mereka sebut sebagai sumber pelontar “benih benih” alam semesta itu? Dari mana asalnya white hole dan black hole…yang menjadi “pelontar” dan “penelan” alam semesta itu? Mereka juga akan menjawab “lautan energi itu ada begitu saja, terjadi secara kebetulan, tanpa ada yang menyebabkan….” Nah, bukankah itu tidak menyelesaikan masalah??? Bukankah mereka mulai dari tengah tengah, bukan dari asal usul alam semesta itu sendiri? Bukankah seharusnya, kalau mereka menyebut “asal-usul” alam semesta, mereka harus bisa menjelaskan asal-usul lautan energi yang menjadi sumber munculnya alam semesta itu? Ilmuwan itu juga menyebut bahwa “benih” alam semesta yang belum mengembang itu bersifat “immeasurably small, dense, and hot” yang artinya baik ukuran, sifat padat, maupun panasnya tidak dapat dijelaskan secara ilmiah dan secara matematis. Dan karena mereka scientist, kita dipaksa percaya begitu saja dengan penjelasan mereka, yang sebenarnya juga sama dengan jawaban kita saat mereka bertanya siapa yang mengadakan Tuhan…Bukankah itu juga dogmatis? Bukankah itu juga mitologi??

Suatu ketika Mr. Carl Sagan, seorang ahli kosmologi melakukan show di sebuah TV di Amerika. Dengan bantuan animasi dan simulasi komputer, Mr. Sagan mempresentasikan semua teori yang dikemukakan oleh para ahli fisika astronomi saat ini. Dijelaskannya tentang panjang gelombang cahaya galaxy yang terus bertambah, alam semesta mengembang, teori Big Bang, efek Dopler, dan sebagainya. Para pemirsa terkejut, ketika menjelang akhir acaranya Mr. Sagan terlihat berada di India, berdiri di depan sebuah temple Krishna yang telah berusia ribuan tahun. Mr. Sagan berkata “Para ilmuwan menemukan semua teori yang telah saya paparkan tadi tahun-tahun akhir ini saja, sedangkan di sini, di India, orang sudah mengetahui informasi itu sejak ribuan tahun yang lalu, dari kitab-kitab Weda…” (Danavir Gosvami, 2002). Uraian di atas hanya salah satu bukti dan sanggahan bahwa Weda bukan mitologi. Masih banyak bukti lain, yang akan kami bahas pada edisi-edisi mendatang. Banggalah menjadi Hindu!

Referensi :
1. Michael Cremo. 2003. Human Devolution, A Vedic Alternatif to Darwin’s Theory
Los Angeles, Torch Light Publishing, Bhaktivedanta Book Trust
2. Professor K. Srinivasaraghavan, 2003. Searching for Historical Krishna. Artikel
dalam http://harekrishna.cz.
3. Danavir Gosvami (2002). Jurnal Vaishnava Society, Vol 5. Rupanuga Vedic College,
Kansas City

Read More!

06 Mei 2008

MENCARI CINTA SEJATI

Oleh: Swami Prabhupada.

Banyak orang sedang frustasi. Para suami, istri dan anak-anak, dimana-mana banyak terjadi kefrustrasian. Mengapa? karena rasa cinta yang kita miliki tidak tersampaikan pada tempat yang tepat. Dalam ceramah yang disampaikan di Seattle, Washington DC, pada bulan oktober 1968, Swami Prabhupada menjelaskan bagaimana jalan untuk mengarahkan rasa cinta kasih kita kepada Krishna, Pribadi Tuhan Yang Maha Esa.



Setiap orang di dunia material ini terlahir dalam kebodohan atau kegelapan. Pada dasarnya, bentuk alam material adalah gelap. Mungkin saja kegelapan itu dapat diterangi oleh sinar matahari, sinar bulan, api dan listrik. Namun sifat alaminya adalah gelap. Ini adalah suatu kenyataan ilmiah. Jadi setiap makhluk hidup yang lahir di alam material ini mulai dari Brahma, pemimpin utama planet tertinggi di alam semesta hingga yang terkecil yaitu semut dilahirkan dalam gelapnya kebodohan.

Disebutkan dalam kesusastraan Veda “tamasi ma jyotir gamah”: keluarlah dari kegelapan dan datanglah pada terang. Dan untuk itulah diperlukan seorang guru kerohanian. Adalah tugas seorang guru kerohanian untuk membuka mata setiap insan yang berada dalam kegelapan dengan sentuhan ilmu pengetahuan dan setiap insan harus mempersembahkan seluruh bhaktinya kepada sang guru kerohanian.

Setiap orang seharusnya tidak selamanya berada dalam kegelapan. Mereka harus dituntun kearah pencerahan. Itulah sebabnya mengapa di setiap lingkungan masyarakat terdapat berbagai institusi keagamaan. Sebenarnya apakah fungsi atau tujuan adanya berbagai agama, seperti Hindu, Islam, Kristen maupun Budha?? Fungsinya hanya satu yaitu membawa manusia menuju pencerahan. Itulah fungsi sebuah agama.

Dan apakah bentuk pencerahan itu? Pencerahan/ kesejatian itu tidak lain adalah Pribadi Tuhan Yang Maha Esa

Pengertian suatu agama adalah keyakinan untuk mematuhi semua hukum Tuhan. Hanya itu!! Dan apabila seseorang tidak mematuhi hukum-hukum Tuhan maka dia tidak lebih baik daripada seekor hewan. Setiap keyakinan, semua prinsip-prinsip agama dimaksudkan untuk mencegah seseorang tidak masuk kedalam kelahiran sebagai hewan melainkan masuk dalam kelahiran sebagai manusia. Karena itu individu tanpa prinsip-prinsip kerohanian maka dia tidak lebih baik daripada seekor hewan. Itulah pernyataan Veda.

Ahara-nidra-bhaya-maithuna ca

Samanyam etat pasubhir naranam

Dharmo hi tesam adhiko viseso

Dharmena hinah pasubhih samanah


“Makan, tidur, seks dan mempertahankan diri – keempat prinsip ini dimiliki oleh manusia dan hewan. Perbedaan kelahiran sebagai manusia dan kelahiran sebagai hewan adalah manusia dapat mencari pengetahuan sejati tentang Tuhan sementara hewan tidak. Itulah perbedaannya. Itulah sebabnya manusia tanpa usaha untuk mencari pengetahuan sejati tentang Tuhan tidak lebih baik daripada seekor hewan.

Sayangnya, pada masa kini setiap negara dan masyarakat mencoba untuk melupakan Tuhan. Sejumlah orang berpendapat bahwa Tuhan itu tidak ada, yang lain mengemukakan jika Tuhan itu ada maka Dia pasti telah mati dan sebagainya. Mereka telah membangun suatu peradaban masyarakat dengan membangun gedung-gedung pencakar langit, tetapi mereka lupa bahwa apapun usaha mereka semua bergantung pada Krishna, Tuhan. Ini adalah kondisi yang sangat mengkhawatirkan bagi kehidupan manusia.

Ada sebuah cerita menarik yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat yang melupakan Tuhan Yang Maha Esa.

Pada suatu hari seekor tikus yang selalu dikejar-kejar oleh seekor kucing, menemui orang suci yang memiliki kekuatan mistik dan ia berkata, “Tuanku yang terhormat, hamba sedang mengalami masalah besar”

“Apa masalahmu itu?”

Kucing-kucing itu selalu mengejar hamba,tolong gunakanlah kekuatan anda untuk mengubah hamba menjadi seekor kucing sehingga mereka tidak mengejar hamba lagi”

“Baiklah berubahlah kamu menjadi kucing..”

(dengan kekuatan orang suci, tikus berubah menjadi kucing—ed)

Beberapa hari si kucing datang lagi, ia mengeluh setiap hari dirinya dikejar–kejar anjing, kemudian orang suci itu mengubah kucing itu menjadi anjing atas permintaannya.

Tetapi permasalahan selalu saja datang, anjing itu datang lagi kemudian berkata “Oh Tuanku hamba selalu dikejar-kejar oleh para rubah tolong ubahlah hamba menjadi seekor rubah”

”Baiklah berubahlah kamu menjadi seekor rubah!!”

Lagi-lagi rubah itu mendapat masalah, dirinya dikejar-kejar oleh harimau.

Si rubah memohon agar dirinya dirubah menjadi seekor harimau.

“Baiklah, berubahlah menjadi harimau!!!”

Setelah berubah menjadi harimau, kemudian dia mengeram dan berkata “Aku akan memakanmu sekarang!!” Orang suci itu berkata “ Oh, kau ingin memakanku sekarang?? Aku telah mengubahmu menjadi seekor harimau dan sekarang kau ingin memakanku??”

“Ya, sekarang aku seekor harimau dan aku ingin memakanmu!!”

Kemudian orang suci itu menyulap si harimau “Kembalilah menjadi seekor tikus!!”.

Tiba-tiba harimau itu kembali menjadi seekor tikus, wujudnya semula.

Seperti itulah keadaan masyarakat kita saat ini. Pada kesempatan lain saya membaca World Almanac. Didalamnya disebutkan bahwa pada ratusan tahun yang akan datang, manusia akan hidup dibawah tanah seperti seekor tikus. Kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan bom atom untuk membunuh manusia dan apabila itu digunakan maka manusia akan berlindung dibawah tanah seperti yang dilakukan oleh tikus-tikus (untuk menghindari bahaya bom atom). Dari seekor harimau menjadi seekor tikus. Itulah yang akan terjadi dan itu adalah hukum alam.

Jika anda mengabaikan hukum di negara anda maka anda akan berada dalam kesulitan. Sama halnya jika anda mengabaikan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa maka anda akan musnah. Sekali lagi anda akan menjadi seekor tikus. Apabila bom atom yang diciptakan meledak, maka seluruh kehidupan di bumi ini akan musnah. Anda mungkin tidak suka memikirkan hal ini, anda mungkin menganggap bahwa hal ini bukan hal yang menyenangkan tapi ini adalah kenyataan yang harus dihadapi.

Satyam grhyat priyam grhyan ma priyah satyam apriyam. Adalah suatu aturan sosial apabila anda ingin berbicara tentang kebenaran maka anda harus berbicara secara sopan dan berhati-hati. Tetapi kita tidak dimaksudkan untuk menuruti aturan-aturan tersebut. Kita adalah prajurit spiritual yaitu pelayan Tuhan dan kita harus berbicara tentang kebenaran yang sesungguhnya terlepas kita menyukainya atau tidak.

Adalah suatu kewajaran bila kita mencintai seseorang. Seorang pemuda mencoba untuk mencintai seorang gadis; seorang gadis mencoba untuk mencintai seorang pemuda. Ini adalah hal yang wajar, karena setiap orang mempunyai kemampuan mencintai. Tetapi kita telah menciptakan suatu keadaan dimana rasa cinta kita berubah menjadi kekecewaan. Setiap orang merasa frustasi – para suami, istri dan anak-anak. Dimana-mana terjadi kebingungan dan frustasi karena rasa cinta kita tidak diarahkan pada tujuan yang tepat. Mengapa?? Karena kita telah lupa mencintai Pribadi Yang Utama, Pribadi Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna. Itulah penyakit kita.

Jadi inilah fungsi agama yang sebenarnya. Agama di bumi ini dimaksudkan untuk mengajarkan manusia bagaimana mencintai Tuhan, tidak perduli apakah agama anda Kristen, Islam atau Hindu. Tujuan agama adalah untuk mengajarkan bagaimana mencintai Tuhan karena itulah kedudukan anda yang sebenarnya.

Didalam Bhagavata Purana (1.2.6) disebutkan, sa vai pumsam paro dharmo yato bhaktir adhoksaje. Saat ini dalam kamus bahasa Inggris kata dharma umumnya diterjamahkan sebagai “religion-agama” semacam kepercayaan tetapi arti sebenarnya adalah “Karakteristik/sifat utama”. Seperti contoh dharma gula atau sifat utama nya adalah manis. Jika anda diberikan sejumlah bubuk putih dan anda merasakan bahwa itu tidak manis maka anda akan berkata “Oh ini bukan gula; ini adalah sesuatu yang lain” Jadi rasa manis itu adalah dharma-nya gula. Sama halnya, rasa asin adalah dharma-nya garam dan rasa pedas adalah dharma cabai.

Sekarang apakah karakteristik utamamu? Anda adalah sebuah jiwa yang hidup dan anda harus mengerti karakteristik/sifat utama anda. Bahwa karakteristik utama itu adalah dharma atau keyakinan anda---bukan Agama Kristen, Agama Hindu, agama ini, agama itu. Keabadian anda, sifat sejati, karakteristik utama anda itulah keyakinan/agama anda.

Sifat yang sejati (dharma) bahwa anda ingin mencintai seseorang, oleh karena itulah anda ingin melayaninya. Itulah sifat yang utama. Anda mencintai keluarga anda, anda mencintai masyarakat anda, anda mencintai kekasih anda dan andapun mencintai negara anda. Dan karena anda mencintai mereka maka anda ingin melayani mereka .

Inilah penekanan yang utama bahwa sifat sejati anda adalah pelayanan penuh cinta bhakti itulah dharma anda.Tidak perduli apakah anda seorang Kristiani, seorang muslim atau seorang Hindu. Esok mungkin anda menjadi seorang muslim tetapi keinginan untuk melayani, semangat untuk mencintai akan tetap berada didalam diri anda. Itulah sifat sejati anda yang utama.

Sa vai pumsam paro dharmo

yato bhaktir adhoksaje

ahaituky apratihata

yayatma suprasidati


“Bahwa agama adalah dasar pertama yang akan mengajarkan dan melatih anda untuk mencintai Tuhan. Dan dengan agama ini anda akan merasakan kepuasan yang sempurna.”

Jika anda membangun rasa cinta kasih anda kepada Tuhan sebagai bentuk yang utama maka anda akan menjadi manusia yang sempurna. Anda akan merasakan kepuasan didalam diri anda sendiri. Kepuasan yang sempurna hanya dapat anda rasakan ketika anda mencintai Tuhan. Itulah fungsi yang utama dari setiap jiwa yang hidup. Tidak peduli apakah anda seorang Kristiani, seorang muslim atau seorang Hindu. Cobalah untuk membangun rasa cinta anda kepada Tuhan. Saat itulah anda merasakan bahwa agama anda begitu indah.

Apabila setelah melakukan ritual-ritual keagaaman yang telah ditetapkan sepanjang hidup anda tetapi anda tidak mencintai Tuhan itu berarti anda membuang percuma waktu anda.

Gerakan Kesadaran Krishna adalah gerakan yang merupakan titik temu berbagai agama. Kami mengundang seluruh Kristiani, Muslim dan Hindu–setiap orang–untuk bergabung bersama kami dan mencoba untuk mencintai Tuhan. Dan metodenya sangat sederhana. Hanya menyanyikan nama suci Tuhan:

Hare Krishna, Hare Krishna,

Krishna Krishna Hare Hare

Hare Rama Hare Rama

Rama Rama Hare Hare.


Semua murid saya adalah orang Amerika dan mereka kebanyakan datang dari keluarga Kristiani atau Yahudi. Jadi proses yang saya berikan kepada mereka adalah proses menyanyikan Maha-mantra Hare Krishna yang sifatnya universal. Itu bukanlah hanya untuk orang-orang Hindu atau orang India saja (melainkan untuk semua makhluk hidup).

Kata “Mantra” berasal dari bahasa Sanskerta yang merupakan kombinasi dari dua suku kata yaita man dan tra. Man artinya “pikiran” dan tra berarti “membebaskan”. Karena itu mantra adalah sesuatu yang akan membebaskan dan menempa kondisi rohani anda dari keadaan jiwa yang terombang-ambing sehingga mencapai keadaan yang stabil.

Jika anda menyanyikan mantra ini – Hare Krishna, Hare Krishna, Krishna Krishna, Hare Hare / Hare Rama, Hare Rama, Rama Rama, Hare Hare – maka segera anda akan menemukan bahwa anda telah berada dalam pencerahan dan bebas dari kegelapan.

Terima kasih.

Read More!

Vegetarian dari Perspektif Agama

Berbicara masalah sehat dalam arti sehat jasmani, tidak dapat dipisahkan dengan masalah sehat secara spiritual, karena ke duanya saling berkait. Kata bijak mengatakan di dalam jasmani yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Demikian juga sebaliknya seseorang yang sehat secara spiritual akan memilih makanan yang sehat untuk sang jiwa. Oleh karena itu makanan bukanlah sekedar memenuhi kebutuhan akan zat gizi untuk tubuh tetapi juga untuk makanan yang sehat secara spiritual.

Dalam setiap sistem kepercayaan apapun apapun masalah makanan menjadi salah satu kunci penting dalam meniti jalan hidup, sehingga makanan dan makan adalah suatu yadnya atau sadhana bhakti yang harus dipatuhi. Tuhan telah menciptakan planet-planet dengan segala isinya, dan segala kehidupan atau mahluk yang mendiami planet ini. Diciptakan beraneka jenis hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hewan diciptakan dengan keaneka ragaman sifat termasuk juga dalam hal makannya. Setiap spesies telah diberikan kewajibannya (dharma) masing-masing dalam hal makan. Seperti singa tidak berdosa kalau memakan hewan yang lebih kecil karena itulah kewajibannya, namun dia dia tidak akan makan berlebihan dan tidak akan memakan yang bukan haknya, tidak mau makan rerumputan. Demikian juga sapi tidak akan memakan binatang yang lebih kecil, karena kewajibannya hanya makan rumput saja. Demikian juga dengan hewan-hewan lainnya masing-masing sudah mempunyai kewajibannya, hal ini termanifestasi dalam bentuk anatomi yang telah dijelaskan di atas. Demikian juga manusia telah mempunyai kewajiban dalam hal makan. Jadi makan bukanlah sekedar untuk memasukkan makan kedalam perut saja namun ada aturannya sendiri.

Pola hidup vegetarian telah ada sejak peradaban Veda, karena dalam Veda baik sruthi, smrthi dan purana tidak dibenarkan melakukan pembunuhan terhadap hewan. Bahkan orang yang memakan daging dianggap manusia kelas rendah atau disebut candala. Demikian juga peradaban agama-agama berikutnya, tidak pernah ada rekomendasi untuk menyakiti atau membunuh hewan. Perkembangan berikutnya pada zaman Kali banyak manusia tidak lagi mengindahkan anjuran kitab suci, perburuan dan pembunuhan hewan semakin merajalela, hingga di zaman modern saat ini daging dianggap merupakan sumber makanan yang baik dan kebutuhan semakin meningkat, sehingga dibangunlah banyak rumah potong untuk memenuhi kebutuhan daging. Dalam agama manapun sebenarnya tidak dibenarkan melakukan pembunuhan terhadap semua mahluk hidup, karena semua mahluk hidup adalah sesama ciptaanNya yang berarti saudara kita.

"Diet for Transcendence: Vegetarianism and the World Religions (Diet Transendental: Pola Hidup Vegetarian dan Agama-Agama Dunia)" karangan Steven Rosen. Ketika saya membaca buku itu, saya mulai berpikir tentang jawaban yang biasa saya berikan atas pertanyaan yang sering diajukan "Mengapa Anda vegetarian?" Dengan mudah saya membuat daftar manfaat kesehatan seperti menurunkan kolesterol, mencegah kanker, meringankan penyakit jantung dll., semua itu adalah alasan-alasan yang baik untuk tidak makan daging. Tetapi saya tiba-tiba sadar bahwa saya telah lalai menyebutkan alasan yang terpenting: welas asih kepada semua makhluk.

Dalam bukunya, Rosen menunjukkan bahwa Perintah Allah Keenam dalam Alkitab Kristen-Yahudi dan Sila Pertama Agama Budha adalah "Jangan Engkau membunuh" atau "Jangan membunuh". Kata-katanya jelas dan tidak ditujukan khusus hanya kepada manusia. Pengarang tersebut juga menyebutkan bahwa "Aturan Emas" - "Lakukanlah terhadap yang lain sebagaimana engkau ingin yang lain lakukan terhadapmu" - ditemukan dalam hampir semua kitab suci di dunia, menimbulkan pertanyaan "Bukankah hewan juga termasuk 'yang lain'?” Karena mereka hidup, bernapas, berpikir seperti yang dilakukan manusia, dan juga menunjukkan rasa kasih, takut dan marah.

Pandangan Agama Hindu

Masalah makan dan makanan telah banyak diatur dalam kitab suci Hindu terutama Bhagavadgita dan Bhagavata purana. Personalitas Tertinggi Tuhan hanya mau menerima persembahan berupa buah, air, daun, dan bunga dengan tulus iklhas, bahkan makanan yang sudah di persembahkan kepadaNya, maka makanan tersebut akan disucikan. Tetapi bila makanan tidak dipersembahkan lebih dahulu maka dianggap sebagai pencuri atau makan dosa. Masih dalam Bhagavadgita, makanan dibagi menjadi 3 katagori; makanan yang satvik, makanan rajasik dan makanan yang tamasika. Jadi soal makanan dan makan telah diatur dan itu merupakan yadnya. Kenapa tidak diperkenankan memakan daging? Hal ini jelas untuk mendapatkan daging kita mesti melakukan pembunuhan terhadap mahluk hidup lain, demikian juga dalam kitab suci agama lain, pembunuhan merupakan larangan keras. Karena semua mahluk hidup adalah saudara-saudara umat manusia juga. Sri Krishna dalam Bhagavadgita menyatakan ” ........ Akulah ayah yang memberikan benih kepada semua mahluk hidup....” Karena karma dan pengaruh sifat alam (tri guna) yang berbeda maka ia menperoleh badan hewan, padahal sang roh yang ada di dalamnya adalah sama dengan sang roh dalam diri kita. Semua mahluk hidup berasal dari sumber yang sama, seperti dalam Bhagavadgita 15.7

mamaivamso jiva-loke jiva-bhutah sanatanah

manah-sasthanindriyani prakrti sthani karsati


”Mahluk-mahluk di dunia yang terikat ini adalah bagian percikan yang kekal dari Ku, mereka berjuang keras melawan 6 indria termasuk pikiran.”

Orang hendaknya memperlakukan semua hewan binatang seperti kijang, kera, tikus, ular, burung-burung dan lalat dengan benar bagaikan putra sendiri. Betapa kecil sesungguhnya perbedaan antara anak-anak dengan binatang yang tidak berdosa ini. (Bhagavata Purana 7.14.9)

Seseorang yang mengaku beragama hendaknya memahami filsafat dasar tersebut, oleh karena itu haruslah menghormati setiap kehidupan apapun, karena mahluk hidup juga mendapatkan kesempatan untuk melakukan perjalanan spiritualnya. Bila mahluk hidup mati dengan alamiah maka ia akan mendapatkan badan material yang lebih tinggi tingkat kesadarannya. Bila mati oleh karena dibunuh, disemblih maka ia akan kembali menjalani kehidupan seperti semula. Itulah ajaran dharma yang sejati.

Dengan tidak melakukan pembunuhan terhadap hewan berarti kita sebenarnya telah melaksanakan atau menegakkan prinsip dharma. Di zaman Satya-yuga, ada 4 prinsip dharma masih tetap tegakdalam Bhagavata purana dinyatakan : ”tapah saucam daya satyam iti padah krte krtah.....” - ada empat tiang dharma yang menyangga tetap berdiri tegaknya dharma pada zaman Satya Yuga, zaman keemasan, tiang dimaksud adalah 1. Tapah (pertapaan), 2. Saucam (kebersihan, kesucian), 3. Daya (karunia, cinta kasih), 4. Satyam (kejujuran, kebenaran). Namun di zaman sekaran prinsip dharma itu telah dirongrong oleh 4 prinsip adharma, tiang penyangga dharma tersebut sudah roboh akibat dirongrong oleh tindakan adharma.

1. Dyutam(berjudi): kegiatan ini akan menghancurkan satya (kejujuran). Kegiatan main judi menghancurkan kejujuran di dalam hati orang. Dyuta artinya tipuan. Dalam permainan judi tidak ada kejujuran. Pemain judi selalu berusaha mencari kesempatan untuk saling menipu.

2. Panam(mabuk minuman keras): kegiatan ini menghancurkan sifat tapah (pertapaan, pengendalian diri). Jika orang mengebangkan kebiasaan mabuk-mabukan, pastilah tiang Dharma yang amat penting yaitu pertapaan atau pengendalian diri akan roboh.

3. Striyah (berzinah): kegiatan ini akan menghancurkan saucam (kesucian badan). Tidak akan ditemui kesucian di dalam hati orang yang melakukan hubungan kelamin tidak syah. Di samping itu, bukan cerita baru lagi bahwa penyakit kotor yang berkembang dewasa ini yang pengobatannya belum ditemukan bisa berjangkit terhadap yang bersangkutan.

4. Suna (membunuh binatang): kegiatan ini menghancurkan daya (cinta kasih, sifat welas asih). Resi Canaknya mengatakan bahwa sangat sulit menemukan cinta kasih di damal hati para pemakan daging. Tanpa karunia dan cinta kasih orang sulit mengembangkan hubungan, bukan hanya di masyarakat tetapi juga sulit mengembangkan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Ajaran Veda sangat menekankan pentingnya pengaturan jenis makanan. Sebab, makanan amat mempengaruhi sifat dan kesadaran orang. Jaisa anna vaisa mana, bagaimana makanan begitulah pikiran. Atau orang Barat mengatakan “You are what you eat”, Anda adalah apa yang Anda makan. Dalam Bhagavadgita, makanan dikelompokkan berdasarkan perbedaan kesenangan orang, yaitu ada makanan jenis kebaikan (sattvam), makanan jenis kenafsuan (rajas) dan makanan jenis kegelapan atau kebodohan (tamas). Disebutkan bahwa makanan yang disukai oleh orang-orang yang mantap di dalam sifat kebaikan (sattvam) adalah makanan yang memperpanjang usia hidup, menyucikan kehidupan dan memberikan kekuatan, kesehatan, kebahagiaan dan kepuasan. Makanan tersebut penuh sari, mengandung lemak yang cukup bergizi dan menyenangkan hati. Makanan yang disukai oleh orang-orang di dalam sifat nafsu (Rajas) adalah makanan yang terlalu pahit, terlalu asam, terlalu asin, panas sekali atau menyebabkan badan menjadi panas sekali, terlalu pedas, terlalu kering dan berisi terlalu banyak bumbu yang keras. Makanan seperti itu menyebabkan duka cita, kesengsaraan dan penyakit. Makanan yang disukai oleh orang-orang yang berada dalam sifat kegelapan (Tamas) adalah makanan yang disimpan terlalu lama. Makanan yang hambar, basi dan busuk, dan makanan terdiri dari sisa makanan orang lain dan bahan-bahan yang tidak dibenarkan.

Tidak mengkonsumsi daging termasuk pengendalian diri, mengendalikan lidah, demikian juga melakukan puasa (upawasa), rasa kasih sayang terhadap semua mahluk, dengan tidak melakukan kekerasan terhadap semua mahluk, itulah prinsip sehat spiritual secara universal hal ini akan mempengaruhi sehat jasmani dan sehat mental.

Dalam ajaran Veda (Sanatana Dharma) tersurat banyak sekali perintah-perintah Tuhan dalam purana dan upanisad. Bagawat-gita (5.8), Khrisna menjelaskan bahwa kesempurnaan spiritual mulai ketika seseorang dapat melihat kesamaan semua mahluk hidup, “Orang bijaksana yang rendah diri, dengan pengetahuan yang murni, melihat dengan pandangan yang sama seorang brahmana yang terpelajar, seekor lembu, seekor gajah, seekor anjing, dan pemakan anjing”. Dengan demikian seseorang tidak seharusnya membunuh mahluk hidup lainnya demi kepuasan indria belaka. Landasan moral dan sastra Hindu (Veda) tentang vegetarian bahwa semua mahluk dialam semesta ini adalah merupakan percikan kekal dari Tuhan, bersifat abadi, ada selamanya, seperti diuraikan dalam Bhagavadgita oleh Sri Krishna sebagai sumber segala yang ada.

Kitab suci Weda, menekankan anti-kekerasaan sebagai dasar moral vegetarianisme. “Tidak ada daging yang diperoleh tanpa menyakiti mahluk hidup,” demikian dalam Manu-samshita, “Oleh karena itu biarkan seseorang menjauhkan diri dari pemakaian daging.” Pada bagian yang lain, Manu-samshita memperingatkan, “Setelah dengan baik mempertimbangkan sumber daging yang memuakkan dan kekejaman dalam membelenggu dan membantai mahluk hidup, biarkan seseorang berpantang menyantap daging secara total”. Sri Khrisna juga memerintahkan kita untuk menerapkan prinsip vegetarian, Beliau bersabda “Persembahkanlah Aku buah, bunga, daun, air, dengan cinta bakti maka saya akan menerimanya.” (Bg 9.26). berikutnya “PenyembahKu dibebaskan dari semua dosa karena mereka memakan makanan yang terlebih dahulu dipersembahkan untuk yadnya. Yang lainnya, yang menyiapkan makanan untuk kesenangan pribadi, hanya memakan dosa.” Makanan yang dipersembahkan kepada Tuhan lebih dahulu disebut prasadam, mengkonsumsi prasadam berarti memberi makanan rohani kepada tubuh kita. Dengan menyantap prasadam kita akan memperoleh kemajuan rohani dan dapat mengahpuskan karma-karma tertentu pada kehidupan masa lalu. Ahimsa Paramo Dharmah dapat diartikan sebagai kewajiban suci yang tertinggi, agama atau pelaksanaan agama yang paling tinggi. Hal ini ditegaskan berkali-kali di berbagai kitab suci Veda dengan istilah yang sama atau juga dengan istilah yang berbeda, seperti Ahimsayah pari dharmah Ahimsa laksono dharmah-dharmah Ahimsa parama tapa, Ahimsa parama satya-satya, ini menunjukkan bahwa agama Veda menaruh perhatian yang sangat penting terhadap ajaran anti kekerasan.

Di Bali lontar Vrhaspati Tatva dikenal sebagai lontar ke-Saiva-an, ternyata, menurut lontar tersebut, para Saivaism pun perlu melaksanakan ajaran Ahimsa, tidak membunuh dan tentu pula tidak memakannya (ahimsa ngaranya tan pamati-mati). Dalam Manu Smrti menyebutkan bahwa “Mamsah” yang berarti daging pada hakekatnya dinyatakan oleh orang-orang bijaksana berarti “saya dia” yaitu dia yang dagingnya saya telan dalam hidup ini. Dia juga akan menelan saya di kemudian hari”. Hal yang sama juga diakui di dalam kitab Mahabrata “Sekarang dia menelan saya, nanti saya pun akan dimakannya,” ---- mam sa bhaksayate yasmad bhasayaisye tamapyaham.

Agama Hindu amat mementingkan pengembangan cinta kasih bukan hanya kepada sesama umat manusia tetapi kepada sesama makhluk hidup. Kesadaran utama bahwa seluruh dunia adalah sebuah keluarga besar sangat membantu untuk mengembangkan cinta kasih universal. Itulah puncak cinta kasih di dunia ini, merupakan landasan penting untuk mengembangkan prema bhakti atau citna kasih rohani kepada Personalitas Tuhan Yang Maha Esa.

Apalagi tentang sapi, berdasarkan sastra bahwa sapi merupakan salah satu dari tuju ibu kita, mengapa? Sapi memberikan umat manusia susu yang melimpah melebihi dari kebutuhan untuk anaknya sendiri. Sapi jantan bekerja untuk mengolah tanah pertanian. Walapun diperlakukan dengan keras, dipukuli, dipecut namun sapi tidak pernah marah. Sapi juga memberikan umat manusia kebutuhan pokok yang disebut pancagawiya lima kebutuah yang diperlukan manusia; 1. susu. 2. yoghurt, 3. ghee atau minyak sapi dari susu, digunakan untuk upacara, 4. kencing, dapat dipakai obat, dan 5. kotorannya, digunakan untuk upacara dan juga untuk bahan obat. Bila sapi meninggal dengan alamiah maka ia akan mendapatkan badan dengan kwalitas brahmana kelak. Jadi bila membunuh sapi berarti telah menghambat kelahiran para brahmana. Demikianlah keagungan sapi dalam ajaran Veda.

Rsi Bhisma memberi nasehat kepada Yudisthira, bahwa dengan cinta kasih kepada semua mahluk akan dibebaskan dari rasa takut dari kesulitan yang paling berat, pikiran yang tenang dan membunuh hewan akan menyebabkan umur lebih pendek.

Pandangan Agama Islam

Pada tahun 1995, sebuah Masyarakat Vegan/Vegetarian Muslim dibentuk di Inggris, yang mempromosikan vegetarisme sesuai dengan ajaran Alquran dan menunjukkan bagaimana kebaikan hati dan kewelasasihan kepada binatang adalah kebajikan yang diterangkan secara rinci oleh Islam.

Lebih jauh lagi, terdapat banyak ayat dalam Kitab Suci Alquran di mana Tuhan menekankan penggunaan buah-buahan dan sayur-sayuran untuk kelangsungan hidup, baik kepada manusia maupun kepada binatang (Surah 6:141, 6:151, 16:67, Surah 23:19) dan juga untuk mencapai kesehatan dan lingkungan hidup yang lebih baik bagi umat Islam.

Banyak ayat dalam Kitab Suci Alquran yang mengacu pada kesucian hidup binatang dan hak-hak binatang yang sederajat untuk hidup dalam damai, mencari Tuhan, dan berkembang menuju kesadaran Tuhan, serta serupa dengan manusia di planet ini.

“Tiada makhluk yang merayap di bumi, tiada burung yang terbang dengan sayap-sayapnya, melainkan mereka adalah umat-umat yang serupa dengan kamu. Kami tidak mengalpakan sesuatu di dalam Alquran, kemudian kepada Pemelihara mereka, mereka akan dikumpulkan.” (Surah 6:38).

Dalam terjemahan Hadish oleh Dr. M. Hafiz Syed, pengikut Nabi Muhammad bertanya kepadanya, “Sesungguhnya, apakah ada imbalan untuk melakukan hal baik kepada hewan, dan memberikan mereka minum ?”. Nabi Muhammad menjawab, “Ada imbalan dalam menolong hewan.” Dalam Al Q'uran terdapat larangan memakan daging binatang yang mati ataupun darah binatang, demikian juga adanya larangan untuk memakan daging dari binatang yang disembelih secara tidak halal (tanpa bismallah). Murid paling terkemuka Nabi Muhammad, kemenakannya sendiri, menasihatkan kepada murid-muridnya, "Jangan jadikan perut kalian itu kuburan binatang."

Dan tiadalah binatang-binatang yang ada dibumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Alkitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan (Quran 6.38).

Pada suatu ketika Rasul Allah berkata kepada keponakan-Nya, ‘Ali, Oh Ali, kamu semestinya tidak memakan daging. Jika kamu memakan daging selama 40 hari, maka kualitas itu akan masuk ke dalam dirimu. Karena itu, kualitas kemanusiaanmu akan berubah, kualitas welas asihmu akan berubah, dan inti sari tubuhmu juga berubah.’

Pandangan Agama Kristiani

Banyak isi Injil yang mendukung vegetarianisme sebagai suatu paham, hidup tanpa kekerasan seperti ajaran Yesus. Yesus mengajarkan manusia untuk berbuat baik kepada semua makhluk, tidak hanya kepada manusia, dan ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa Jesus adalah vegetarian.

Dari suatu terjemahan dari Injil yang asli, Kisah dari 12 Rasul, malaikat berkata kepada Maria, “Kamu tidak seharusnya memakan daging ataupun minuman keras, sejak dalam kandungan untuk anak yang akan dimuliakan di hadapan Tuhan, janganlah memakan daging atau meminum minuman keras.” Kisah keajaiban tentang roti dan ikan tidak ditemukan pada dokumen yang terdahulu, hanya menjelaskan adanya keajaiban tentang roti, buah, dan secerek air.

Para vegetarian terdahulu seperti Nazarenes, Therapeuts, Ebionites, Gnostics, dan Essenes, juga Yohanes Pembaptis, semuanya mengikuti ajaran yang mengajarkan hidup tanpa daging. Kenyataannya dalam terjemahan kitab Injil terdahulu tidak ada contoh tentang anjuran atau izin makan daging. Dalam Ensiklopedia Judaica dikatakan bahwa nenek moyang Israel adalah vegetarian, dan kalimat dalam Injil adalah ‘gandum dan arak dan minyak’, tidak ada daging.

“Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji: itulah akan menjadi makananmu.” (Kejadian 1:29)

Kitab Suci Perjanjian Lama memberi perintah, “Jangan membunuh”. (Kitab Keluaran 20:13). Ini biasanya diinterpretasikan sebagai pembunuhan. Kamus lengkap setiap bahasa mengatakan bahwa kata ‘tidak membunuh’ mengacu kepada “segala bentuk pembunuhan”, dan tidak hanya pembunuhan terhadap manusia saja.

Dan dalam buku-buku Kitab Suci selanjutnya, para nabi besar melarang penyantapan daging. Lukas (8:55) tertulis bahwa Yesus membangkitkan seorang wanita dari kematiannya dan “memerintah memberikannya makanan.” Kata berbahasa Yunani asli yang diartikan “daging” suatau pengertian yang tidak tepat. Kita dapat juga melihat contoh para Guru Agung terdahulu yang kebanyakan menjalani hidup vegetarian, bahkan dalam bukunya John Davidson, The Gospel of Jesus-In Search of His Original Teachings, diargumentasikan bahwa Nabi Yesus dan murid-murid utamaNya termasuk adikNya, James adalah vegetarian. Demikian juga disabdakan, "Anda tidak boleh memakan daging yang berdarah sebab kehidupan berada dalam darah." (Kitab Kejadian 9:4). Yohanes yang juga dikenal vegetarian karena hanya memakan madu hutan dan locust (sejenis pepohonan berbiji), Dalam surat Paulus kepada jemaat di Roma tersirat juga pesan vegetarian, "Janganlah engkau merusakkan pekerjaan Allah oleh karena makanan! Segala sesuatu adalah suci, tetapi celakalah orang, jika oleh makanannya orang lain tersandung! Baiklah engkau jangan makan daging atau minum anggur, atau sesuatu yang menjadi batu sandungan untuk saudaramu." (Roma 14:20-21).

Pandangan Agama Budha

Cinta dan welas asih adalah dasar kepercayaan agama Buddha yang paling penting, yang menjadi alasan mengapa banyak pemeluk agama Buddha yang bervegetaris.Sang Buddha sangat menentang makan daging, dikatakan sebagai dosa besar yang harus disingkirkan. Beliau memandang makan daging sebagai dukungan terhadap pembunuhan, yang bertentangan dengan prinsip tanpa kekerasan.

Agama Buddha percaya bahwa perselisihan antar manusia adalah akibat dari perlakuan manusia terhadap hewan. Jika kita tidak menghargai kehidupan hewan, kita akan kehilangan rasa hormat terhadap kehidupan manusia. Jika kita menjalankan kehidupan vegetaris yang tidak mengandung unsur pembunuhan, membuat kita lebih mudah untuk hidup damai, bahagia, dan mencintai orang lain. Pandangan agama Buddha terhadap hewan dijelaskan dengan sangat gamblang dalam kisah Jakata, yang merupakan reinkarnasi Sang Buddha dalam kehidupan sebelumnya. Kisah ini menunjukkan bahwa membunuh hewan sama dengan membunuh manusia, dengan memerikan contoh bahwa baik Sang Buddha maupun setiap orang, pernah lahir dalam bentuk hewan sebelumnya.

Seperti halnya Weda, hukum karma dalam agama Buddha juga menyatakan bahwa mereka yang berbuat kejahatan dan mengakibatkan penderitaan bagi makhluk hidup akan mendapatkan balasan yang sama dalam kehidupannya kelak. Sang Buddha bersabda ; "Aku memiliki Cinta Kasih kepada makhluk-makhluk tanpa kaki, kepada yang berkaki duapun Aku memiliki Cinta Kasih. Aku Memiliki Cinta Kasih kepada makhluk-makhluk berkaki empat, kepada yang berkaki banyakpun Aku memiliki Cinta Kasih." (Anguttara Nikaya, II, 72). Ketika si nelayan menjawab bahwa namanya adalah Arya, Sang Buddha berkata bahwa para orang mulia (Arya) tidak melukai makhluk hidup apapun, tetapi karena si nelayan membunuh ikan-ikan maka dia tidak layak menyandang nama Arya.

Sang Buddha, bersabda dalam Dhammapada Atthakatha, 270; "Seseorang tidak dapat disebut Arya (orang mulia) apabila masih menyiksa makhluk hidup. Dia yang tidak lagi menyiksa makhluk-makhluk hiduplah yang dapat dikatakan mulia. Sang Budha terkenal dengan ajarannya menentang pembunuhan binatang. Dia menetapkan ahimsa (anti-kekerasan) dan vegetarianisme sebagai langkah awal menuju kesadaran diri dan menyatakan; “Janganlah menyembelih lembu yang membajak ladang kalian sendiri,” dan “Janganlah biarkan kerakusan yang melibatkan pembunuhan binatang”.

Nah banyak lagi kitab suci agama lain yang tidak merekomendasi untuk melakukan pembunuhan terhadap hewan, apalagi untuk kepentingan memuaskan indria.

Sumber: Vegetarian dari Agama sampai Zat Gizi (Oleh: Dr. I Made Wardhana, Sp.KK)
Read More!

05 Mei 2008

Penyesalan Kegiatan Berdosa Di Masa Lalu Adalah Penting

Ketika seseorang menyesali kegiatan berdosanya, meninggalkan kesadaran Krishna dan kecerdasan sempurna, jalan menuju pembebasan dari pelukan material telah terbuka. Seperti yang disebutkan dalam Srimad-Bhagavatam 5.5.5: parabhavas tavad abodha jato yavan na jijnasata atma-tattvam. Ketika seseorang kehilangan kesadaran Krishna dan keinginan untuk keinsyafan diri, dia pasti sibuk melakukan kegiatan berdosa. Kesemua kegiatan dalam hidup tanpa kesadaran Krishna hanya akan mengantarkan pada kekalahan dan penyalahgunaan kehidupan seseorang. Tentu saja seseorang yang datang kepada kesadaran Krishna akan menyesali kegiatan berdosanya di masa lalu dalam bentuk manusia. Hanya dengan proses ini seseorang dapat dibebaskan dari kebodohan dalam kehidupan material.

(Srimad Bhagavatam 4.26.19)
Read More!